Belum sempurna Gus Dur menyandarkan punggung ke tembok, pertanyaan berat disodorkan kepadanya, "Gus, bagaimana pandangan Islam tentang Indonesia yang memilih bentuk negara Pancasila? Bukan negara Islam?" tanya wartawan.
“Menurut siapa dulu: NU atau Muhammadiyah?" jawab Gus Dur.
"NU, deh Gus."
"Hukumnya boleh. Karena bentuk negara itu hanya wasilah, perantara. Bukan ghayah, tujuan."
“Kalau menurut Muhammadiyah?"
"Sama."
Wartawan melanjutkan pertanyaan, "Kalau melawan Pancasila, boleh tidak Gus? Kan bukan Al Qur'an?"
"Menurut NU atau Muhammadiyah?"
"Muhammadiyah, coba."
“Tidak boleh. Pancasila itu bagian dari kesepakatan, perjanjian. Islam mengecam keras perusak janji."
"Kalau menurut NU?"
“Sama.”
Sampai di sini si wartawan mulai jengkel. Ia merasa dikerjain Gus Dur. Jawaban menurut NU dan Muhammadiyah kok selalu sama.
“Anda gimana sih, Gus. Kalau memang pandangan NU dan Muhammadiyah sama, ngapain saya disuruh milih menurut NU atau Muhammadiyah?”
Ya ... kita harus dudukkan perkara pemikiran organisasi para ulama itu dengan benar, mas. Nggak boleh serampangan."
"Serampangan bagaimana?" sahut wartawan.
“Kalau Muhammadiyah itu kan ajarannya memang merujuk ke Rasulullah."
"Lha, kalau NU?" tanya wartawan.
"Sama."
No comments:
Post a Comment