
Aku segera memakai Facebook untuk menyiarkan informasi ini. Lucunya, Antara, organisasi yang pertama kali memberitakan penembakan, menulis umur Drew Grant 38 tahun! Keterangan ini salah! Kedutaan Australia bilang Grant umur 29 tahun. Dari Facebook, Diana Yultiara, seorang mantan karyawan Freeport yang kenal Grant, juga bilang Grant terlalu tua dibilang 38 tahun.
Ini permulaan dari kesibukan aku, dari Sabtu hingga Kamis, membantu wartawan memahami penembakan ini. Ia tentu saja terkait dengan makalah aku Criminal Collaborations? yang aku tulis bersama Eben Kirksey dan terbit di jurnal South East Asia Research, London. Kirksey dan aku melakukan riset selama 2.5 tahun guna tahu duduk perkara penembakan terhadap beberapa karyawan Freeport pada 31 Agustus 2002.
Kelly Kwalik, komandan Organisasi Papua Merdeka, mengatakan orang-orangnya tak terlibat penembakan di daerah Freeport. Kwalik bilang mereka tak punya senjata maupun kemauan menyerang orang sipil, dalam interview dengan Jakarta Globe. Sebaliknya, militer Indonesia menuduh pelaku penembakan dari OPM.
Mun'im Idries dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo heran tak bisa menemukan peluru dari jenazah Drew Grant, karyawan Freeport, yang mati ditembak empat peluru (bukan lima) Sabtu pagi. Idries hanya menemukan pecahan peluru. "Ada kemungkinan" peluru disingkirkan, menurut laporan ABC Australia.

Masalah peluru tembakan terhadap Drew Grant makin berkembang. ABC melaporkan polisi bilang tak ada peluru dikeluarkan dari jenazah Grant. Padahal pemeriksaan forensik tak ditemukan peluru dan exit wound pada jenazah Grant "Police deny bullets removed from Australian's body."
Pindad produksi tujuh macam peluru kaliber 5.56 x 45 mm. Ada yang tajam, ada yang majal. Ia bisa dipakai untuk macam-macam senjata M16, Steyr dan SS1. Peluru Pindad diduga dipakai dalam penembakan di Freeport.
Associated Press menurunkan laporan soal kemungkinan persaingan militer dan polisi sebagai biang penembakan di Freeport minggu lalu. Tentara sibuk menyalahkan OPM tapi polisi masih melakukan investigasi. Associated Press mengutip George J. Aditjondro dan Christopher Ballard "Rivalries could be behind Indonesia mine killings".
Hari kelima, dua orang polisi ditembak di daerah Freeport. Satu dalam keadaan kritis. Tembak-menembak di daerah Freeport meletus sejak Sabtu dini hari. Kini sudah hari kelima dan korban tetap berjatuhan "2 police wounded in new attack near Indonesia mine".
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan kemungkinan tembak-menembak di Timika terjadi karena perebutan bisnis emas dari limbah penambangan Freeport. Dia tak menutup kemungkinan ada tentara Indonesia yang terlibat penembakan "Minister says battle over gold may be behind Papua killings".
Ada beberapa wartawan interview aku soal Timika, termasuk The New York Times, Le Monde serta Radio New Zealand. Paling terkesan dengan satu wartawan Sydney. Dia up-to-date, tak ragu untuk jalan, wawancara singkat namun ketahuan kalau dia tahu apa yang dikerjakan. Senang juga lihat wartawan bekerja profesional. Aku terpaksa bongkar dokumen, riset amunisi dan cek nama-nama untuk membantu mereka memahami Papua.
The New York Times menurunkan laporan pendek soal penembakan di daerah Freeport. Ini soal dua polisi Indonesia yang tertembak maupun pernyataan Juwono Sudarsono. Norimutsu Onishi mengutip satu kalimat aku "2 police wounded in new attack near Indonesia mine".
No comments:
Post a Comment