"Journalism is the closest thing I have to a religion because I believe deeply in the role and responsibility the journalists have to the people of a self-governing community"
-- Bill Kovach
• • •
Sejak kuliah, saya suka meliput media dan jurnalisme. Pada 1993, saya mulai bekerja sebagai wartawan penuh waktu. Sempat juga ikut sebuah gerakan wartawan melawan rezim Soeharto antara 1994 dan 1998. Pengalaman itu memperkaya pemahaman saya soal pentingnya kebebasan pers.
Ketika Soeharto mundur diri, macam-macam sensor pemerintah mulai dihapus. Ruang gerak pers yang lebih longgar juga bikin media, yang kurang bermutu, bermunculan bahkan bersemangat. Ada saja kelakuan mereka. Saya pikir kelonggaran ini seyoganya diimbangi dengan peningkatan mutu jurnalisme. Ini jadi makin serius ketika saya belajar dengan asuhan guru jurnalisme Bill Kovach di Universitas Harvard pada 1999-2000.
Pulang dari Harvard, saya diminta menyunting majalah Pantau, soal media dan jurnalisme. Ini periode dimana kesukaan masa kuliah berubah jadi liputan dan kritik media. Ternyata pekerjaan ini sangat berat. Tidak mudah melancarkan kritik terhadap sesama wartawan. Majalah ini ditutup pada 2003. Para kolega saya tetap melanjutkan cita-cita kami guna meningkatkan mutu jurnalisme dengan bikin Yayasan Pantau.
Saya mengumpulkan lebih dari 20 karya saya pada link sebagai berikut:
"Agama Saya adalah Jurnalisme"
Apa Itu Investigative Reporting?
Bagaimana Meliput Pontianak?
Apakah Wartawan Perlu Dipidanakan?
Bagaimana Cara Rekrut Wartawan?
Beasiswa untuk Wartawan
Benarkah Bila Wartawan Dekat Pejabat?
Belajar Menulis Bahasa Inggris
Byline dan Tagline
Diskusi Kurikulum Sekolah Wartawan
Diskusi Pendidikan Jurnalisme di Pulau Jawa
Freedom at the Cross Road
Ibarat Kawan Lama Datang Bercerita
Independensi Bill Kovach
Indonesia: From Mainstream to Alternative Media
Indonesian Journalists on Trial
Indonesian Media at the Crossroads
Indonesian Media Bias in Covering Tsunami in Aceh [pdf]
Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat
Kapan Wartawan Mencuri?
Kebebasan Pers Bersama Andreas Harsono
Kecepatan, Ketepatan, Perdebatan
Kursus Jurnalisme Sastrawi
Media Palmerah
Menulis Butuh Tahu dan Berani
Model Pelatihan Wartawan Mahasiswa
Narrow Minded Nationalism in Aceh Aid
Pagar Api Desain Suratkabar
Quo Vadis Jurnalisme Islami?
Sembilan Elemen Jurnalisme
Sexism, Racism and Sectarianism
Tujuh Kriteria Sumber Anonim
Wartawan atau Politikus?
Bill Kovach di London |
Pulang dari Harvard, saya diminta menyunting majalah Pantau, soal media dan jurnalisme. Ini periode dimana kesukaan masa kuliah berubah jadi liputan dan kritik media. Ternyata pekerjaan ini sangat berat. Tidak mudah melancarkan kritik terhadap sesama wartawan. Majalah ini ditutup pada 2003. Para kolega saya tetap melanjutkan cita-cita kami guna meningkatkan mutu jurnalisme dengan bikin Yayasan Pantau.
Saya mengumpulkan lebih dari 20 karya saya pada link sebagai berikut:
"Agama Saya adalah Jurnalisme"
Apa Itu Investigative Reporting?
Bagaimana Meliput Pontianak?
Apakah Wartawan Perlu Dipidanakan?
Bagaimana Cara Rekrut Wartawan?
Beasiswa untuk Wartawan
Benarkah Bila Wartawan Dekat Pejabat?
Belajar Menulis Bahasa Inggris
Byline dan Tagline
Diskusi Kurikulum Sekolah Wartawan
Diskusi Pendidikan Jurnalisme di Pulau Jawa
Freedom at the Cross Road
Ibarat Kawan Lama Datang Bercerita
Independensi Bill Kovach
Indonesia: From Mainstream to Alternative Media
Indonesian Journalists on Trial
Indonesian Media at the Crossroads
Indonesian Media Bias in Covering Tsunami in Aceh [pdf]
Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat
Kapan Wartawan Mencuri?
Kebebasan Pers Bersama Andreas Harsono
Kecepatan, Ketepatan, Perdebatan
Kursus Jurnalisme Sastrawi
Media Palmerah
Menulis Butuh Tahu dan Berani
Model Pelatihan Wartawan Mahasiswa
Narrow Minded Nationalism in Aceh Aid
Pagar Api Desain Suratkabar
Quo Vadis Jurnalisme Islami?
Sembilan Elemen Jurnalisme
Sexism, Racism and Sectarianism
Tujuh Kriteria Sumber Anonim
Wartawan atau Politikus?
18 comments:
Seneng bgt bs mampir di blog yg ngetop ini! Luar biasa pengalaman Mas Andreas sbg jurnalis hebat, apalagi sempet diajarin lgsg dg Bill Kovach! Aku yakin Mas Andreas bs jd The Next Kovach dari Republik Mimpi!!
Salam kenal ya Mas, dari seorang kuli tinta amatir :)
Dear Ira Lathief,
Terima kasih untuk komentarnya. Saya beberapa kali membaca nama Anda dalam mailing list. Saya juga lihat blog Anda. Semangat sekali kesannya. Selamat bekerja sebagai kuli tinta deh!
Ini pekerjaan berat tapi asyik ya.
selalu ada hal baru ketika membaca blog nya mas andreas ini. saya pernah beberapa kali ketemu dengan mas tetapi selalu tak pernah ada waktu banyak untuk ngobrol panjang lebar dan serius. pernah, aku mau ikut mata kuliah mas di IAIN Ar Raniry atas rekomendasi Nasruddin, tapi entah kenapa kemudian tak jadi. padahal, saya ingin sekali menimba ilmu dari mas.
oya mas, jika ada waktu berkunjunglah ke blog saya http://jumpueng.blogspot.com
Dear Taufik,
Saya tentu saja sudah membaca blog Anda. Kalau seorang wartawan hendak meliput Aceh, rasanya kurang lengkap kalau tak membaca blog Anda.
Kalau tak salah, kita pernah bicara soal Anda ikutan kursus kami di kantor Sentra Informasi dan Referendum Acheh, dekat Hotel Sultan? Saya kira masih ada hal yang bisa Anda pelajari kalau ikutan kursus kami.
Ini bukan promosi. Tapi saya kira, kehadiran Anda akan menguntungkan kelas juga. Anda seorang pemikir yang serius. Coba deh sediakan waktu. Janet Steele dan saya akan senang sekali kalau Anda mau ikutan kursus kami. Ia diadakan setiap bulan Januari dan Juni. Terima kasih.
Belajar Menjadi Wartawan
Rabu 12 maret 2008 pukul 09.00 wib. Dibalut hem lengan panjang warna coklat bergaris merah dan hitam aku memasuki gedung Tri Gatra Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Jakarta.
Tiiinggg.....lift menunjuk angka tiga, aku merapikan pakaian bersiap-siap memasuki ruangan. Hari ini ada seminar bertajuk "Refleksi satu abad kebangkitan nasional (1908-2008) dan satu dasawarsa reformasi (1998-2008) untuk meningkatkan daya saing Indonesia di era global dalam rangka menjunjung tinggi martabat bangsa." Terus terang, aku takjub membaca tema itu. Aku membayangkan seminar yang diikuti pejabat-pejabat dari berbagai daerah di Indonesia itu akan membangkitkan sebuah nilai dan segumpal tekad. Tekad untuk bangkit dari keterpurukan kukira.
"Pagi, darimana mas?" tanya seorang laki-laki berperawakan sedang, mungkin usianya sekitar 35 tahun.
"Saya dari media, Okezone pak," jawabku.
"Oh..iya,, saya dari bagian Humas mas, marik silahkan duduk dulu, ini ada teman-teman media juga, atau mau ngopi dulu, silahkan," katanya sambil menunjukkan tempat untuk mengambil kopi. Dari gerak badannya, tampak ia bersedia mengantarku.
"Iya pak, terima kasih, saya mau ke toilet aja dulu, sebelah mana pak?" tanyaku.
"o di sana," terangnya sambil menunjuk ke sudut kanan ruangan itu.
Aku segera bergegas dan dalam hati berkata, "sungguh sopan dan baik itu orang"
Setelah keluar dari toilet aku bergabung dengan dua orang teman sesama wartawan dari Koran Sindo dan Menkominfo. Menyusul beberapa menit kemudian tiga orang lagi dari Kompas, Elshinta dan Trijaya. Kami menghabiskan waktu pagi ini dengan minum teh, ngopi, bergurau dan berdiskusi kecil.
09.30 wib. Sesosok pria bongsor dan tinggi berjalan mendekat ke arah kami. Dialah Gubernur Lemhanas, Muladi. Mantan rektor Undip itu kemudian duduk di meja tepat di sebelah kami untuk berdialog dengan wartawan. Tanya jawab berlangsung sekitar setengah jam dengan fokus masalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), tertangkapnya ketua Jaksa penyelidik kasus BLBI, Urip Tri Gunawan, dan tawaran Pesawat F-16 dari Amerika Serikat.
09.55 wib. Dialog selesai. Muladi bergegas kembali ke ruang seminar, kami bersiap-siap pergi meninggalkan tempat. Sebagian kawan sudah berdiri dan siap-siap memasuki lift, aku masih duduk untuk merapikan fotocopy makalah diskusi.
Humas yang baik hati itu mendatangi wartawan dan menyalami mereka satu persatu sambil mengucap terimakasih. "Terima kasih bos," katanya. Ia memegang sebuah map dan beberapa lembar kertas dengan tangan kirinya. Lalu ia kemudian mengeluarkan sebuah amplop putih dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya yang memegang map mencoba menutupi agar tidak kelihatan. Ia menyerahkan amplop itu kepada wartawan dan berucap "ini bos, makasih ya". Teman yang menerima langsung memasukkan amplop itu ke saku sambil mengangguk.
Pak Humas kemudian mendekat ke arahku dan melakukan hal yang sama. Jantungku berdesir menerima ucapan terima kasihnya. Aku tahu hal yang sudah jadi budaya antara wartawan dengan narasumbernya itu sebenarnya dilarang oleh perusahaan yang mempekerjakannya. Kami pun berlalu dari ruangan itu dan mungkin dalam hati berkata, "TST alias tahu sama tahu'.
Terus terang kata hatiku mengatakan "ini nggak bener". Tapi pikiran membawaku kepada percakapanku semalam dengan Tyas.
11 maret 2008 pukul 21.00 wib, aku mengirim sms ke Tyas:
(Aku) : "aq bingg, dwit mpet bgt, plsa 5 rb per hri smntra gjian msh lma, kmrn cma dkrm 250."
(Tyas): "5rb pr hri cma buat de? cma 250?" trs piye, g smsan ma de masa?
(Aku): "sma ja putus klo gt, ngga taulah, bsk ja qta bhas, doakan ma Tuhan, aq cinta dedek"
mengingat percakapan semalam aku kembali meng-sms Tyas:
(Aku) :"Smlm mnta dwit k Tuhan tpi yg ngsh Setan, aq td nglipt d lemhnas dksh amplop"
(Tyas) :"ya..mang dh biasa ky gt mas, dlu tmn de lptn d SBY jg dksh 100"
(Aku) : "gji wrtwn kcil bgt si, jd y kya gni, tpi tu sma ja kya pns (korup) dgn alsan gaji kcil, tpi tiap thun jutaan org ttp nglmr jd pns, aq jg dlu ngtot jd wrtwan jd ya trima konskwnsiny. Aq mo blkin ni k kntor, smga Tuhan ja yg ngsh dwit."
18.00WIB. Aku sudah sampai di kantor setelah liputan lalu menuliskan kisah ini. Sebentar lagi aku akan menyerahkan amplop itu dan bergegas pulang. Perutku lapar!
Dear mas Andreas Harsono, saya dapat blog ini dari rekan di milis, saya lupa namanya (lativa atau siapa gitu). katanya beliau pernah ikut kuliah narasi di yayasan pantau. berkaitan dengan thesis yang sedang saya tulis, saya memerlukan informasi mengenai bagaimana tanggapan orang2 amerika terhadap korupsi di Indonesia. saya akan membandingkan editorial New York Times dengan The Jakarta Post yang isinya tentang korupsi di Indonesia itu menggunakan metode discourse analysis, khususnya penggunaan modality.
saya bingung cari alamat Anda di blog ini, lalu asal ambil postingan. hehehe...
mohon bantuannya, dan terima kasih banyak...
oh ya, bisakah balas comment saya lewat email saja? karena saya ngenet nya di warnet, jadi kadang lupa alamat blognya... hehehe... terima kasih lagi...
siegfrieda
Frieda,
Saya bersedia menjawab lewat email. Ini memang kebiasaan saya. Namun bisakah disediakan alamat email Anda? Terima kasih.
Mas Andreas, saya baru jadi reporter surat kabar 2 minggu lalu. tolong ajarkan saya menulis berita, karena saya tidak punya latar belakang jurnalistiik. thanks. widi.
Widi,
Saya kurang tahu bagaimana caranya mengajarkan jurnalisme kepada Anda. Mungkin cara paling mudah adalah membaca-baca dulu situs web ini. Anda juga bisa baca buku-buku jurnalisme yang sering saya jadikan referensi. Blog ini juga punya link ke berbagai situs jurnalisme.
Kalau Anda mau belajar lebih jauh, cara lain adalah mengikuti kursus-kursus yang diadakan Yayasan Pantau. Anda bisa menelepon 021-7221031. Rekan saya, Siti Nurrofiqoh, bisa membantu melihat jadwalnya. Terima kasih.
Senang sekali bisa membaca blog Mas Andreas.Saya dapat alamat blog ini dari Satria Anandita.
Salam kenal
Winarto, alumni UKSW juga, Sekarang kerja di Denpasar
Mas,kapan "narasi" diadakan di Bandung? pekerjaan saya tidak memungkinkan untuk ikut kegiatan itu jika diadakan di luar kota Bandung. Saya hanya bermimpi untuk menjadi penulis..terima kasih, oia..saya tahu nama mas dari teman yang pernah kerja di pantau..
Mang Unud,
Ada sekelompok mahasiswa Fikom Unpad hendak bikin kursus narasi di Bandung. Mereka sudah hubungi Yayasan Pantau. Saya belum tahu kapan tapi mereka sedang coba atur. Terima kasih.
mas,kapan buat pelatihan di palembang. kita anak ilmu komunikasi jurnalistik univ.bina darma palembang.mksh
iya mas, kapan buat pelatihan di Palembang. Kita anak Pers Mhasiswa Universitas Sriwjaya Inderalaya palembang.
Aku mahssiwa suka sastra
trs jurnalistik juga
tertarik jg nih tentang jurnalisme sastrawi, udh tau jg dari bukunya mas Andreas Jurnalsme sastrawi.
Oia mas, boleh nya
msih bingung jg
dalam penulisan berita pada umumnya sering dilakukan penelitian berita dengan Analisis Wacana Kritis
Terus mas, klo Jurnalisme sastrawi
gimna??
Kan dalam Tulisan jurnalisme sastrawi unsur2 sastranya melekat banget??
Mksh
Untuk Palembang,
Saya pernah diundang oleh Human Pemda Palembang serta satu pers mahasiswa agar mengajar di Palembang. Namun undangan Pemda tak kunjung tiba. Mungkin ada masalah birokrasi. Dari pers mahasiswa, waktu tidak cocok dengan jadwal saya.
Saya akan memperhatikan Palembang. Bila ada undangan lagi, saya akan usaha bisa datang. Kalau jadwal tabrakan, saya akan usaha bisa diundur salah satu. Terima kasih.
Salam kenal Mas. Saya tahu blog ini saat kuliah dulu, banyak pelajaran yang bisa saya ambil tentang jurnalisme. Terutama tentang jurnalisme sastrawi. Tulisan Mas Andreas tentang Iwan Fals jadi tulisan favorit saya.
Saat ini saya sedang menjadi tenaga pengajar di Jurusan Komunikasi. Mohon izin untuk menjadikan blog ini sebagai referensi bacaan teman-teman mahasiswa saya. Mudah-mudahan mereka juga mendapatkan banyak pelajaran berharga dari tulisan-tulisan Mas Andreas.
Oh iya, pelatihan jurnalisme yang setahun dua kali itu masih diadakan Mas?
Salam kenal Mas. Saya tahu blog ini saat kuliah dulu, banyak pelajaran yang bisa saya ambil tentang jurnalisme. Terutama tentang jurnalisme sastrawi. Tulisan Mas Andreas tentang Iwan Fals jadi tulisan favorit saya.
Saat ini saya sedang menjadi tenaga pengajar di Jurusan Komunikasi. Mohon izin untuk menjadikan blog ini sebagai referensi bacaan teman-teman mahasiswa saya. Mudah-mudahan mereka juga mendapatkan banyak pelajaran berharga dari tulisan-tulisan Mas Andreas.
Oh iya, pelatihan jurnalisme yang setahun dua kali itu masih diadakan Mas?
Asri,
Tentu saja, dengan senang hati, Anda bisa memakai bahan-bahan dari blog ini untuk keperluan kuliah Anda. Tujuan blog ini dibikin memang untuk keperluan mahasiswa. Rekan saya, Agus Sopian, dulu membuatkan blog ini agar saya tak perlu mengulang-ulang jawaban sama kepada mahasiswa bertanya. Terima kasih.
Post a Comment