Sesudah penyerangan, perawat merasa takut, absen kerja empat hari, lantas berhenti kerja pada 20 Oktober.
Pada 10 Oktober, Susan minta dibawa konsultasi psikiatri di rumah sakit umum daerah Dr. Soebandi, dapat beberapa obat dan diminta tak terlalu banyak berpikir soal penyerangan seksual, lantas mengalami mental breakdown, masuk rumah sakit pada 28 Oktober, dan meninggal pada 5 November.
Kami diterima oleh Komnas Perempuan serta diminta mengisi dua formulir, termasuk isian tentang organisasi pendamping --Gerakan Peduli Perempuan Jember serta LBH Jentera Perempuan Indonesia. Kedua organisasi ini sudah mendampingi Susanna sejak dua hari sesudah penyerangan.
Mereka pernah wawancara Susan serta bicara dengan para tetangga maupun dengan seorang pendeta yang menjadi gembala buat Susan maupun lelaki yang diduga melakukan penyerangan. Kami juga sertakan beberapa dokumen sebagai bukti.
Ini bukan sekedar mencari kebenaran dan keadilan terkait adik saya tapi juga soal perempuan dengan disabilitas serta perawat homecare di rumah-rumah. Mereka rentan mengalami kekerasan seksual.
Saya ditemani Sapariah Saturi (isteri saya juga redaktur Mongabay Indonesia), Devana Aura (cucu keponakan isteri, mahasiswa Jentera Law School), serta Ruth Ogetay (seorang pekerja kesehatan etnik Papua, yang pernah merawat ibu saya di Jakarta). Mereka tentu kenal dekat dengan Susan termasuk Devana yang baru pindah dari Pontianak ke Jakarta pada 2023 serta sering menginap di rumah kami.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.