Saya melaporkan kematian adik saya, Susanna Harsono (1969-2024), ke polisi Jember pada hari Sabtu. Susanna seorang perempuan dengan schizophrenia paranoid. Saya menduga Susan mengalami penyerangan seksual pada 6 Oktober di rumahnya saat minta bantuan seorang lelaki, umur 56 tahun, yang dikenal Susan sejak sekolah menengah pertama, antar sekantong beras ke dalam rumah.
Orang dengan disabilitas mental, termasuk Susan, punya toleransi yang berbeda terhadap kekerasan seksual daripada kebanyakan orang. Susan sangat terganggu dengan apa yang biasa disebutnya "pelecehan seksual."
Di Jember, saya juga bertemu dengan perawat yang menjadi saksi, sekaligus korban, penyerangan seksual tersebut. Perawat itu, umur 21 tahun, menangis ketika bicara soal Susanna.
Dia tak sangka Susanna, yang mendampingi mama saya, pasien stroke, Metri W. Harsono, merasa tertekan secara kejiwaan sehingga kesehatan badan drop dan meninggal. Susanna dan perawat ini akrab karena sering bertemu di rumah.
Saya ingin mencari kebenaran dan keadilan. Publik juga perlu tahu bahwa perempuan dengan disabilitas, rentan terhadap pelecehan seksual. Para perawat homecare, yang melayani pasien di rumah-rumah, juga rentan terhadap pelecehan seksual.
Saya merasa dikuatkan oleh Gerakan Peduli Perempuan Jember: Sri Sulistiyani, Fitriya Fajarwati dan Suminah. Mereka mendukung saya lapor ke polisi.
Rochmah Hidayati, koordinator Jember Raya Homecare, yang menyediakan jasa homecare terhadap mama saya, serta Sapariah Saturi, isteri saya, juga ikut ke kantor polisi. Mereka menduga penyerangan seksual tersebut jadi trigger kesehatan Susan turun dengan cepat.
Saya tentu akan bolak-balik Jakarta-Jember buat mengikuti proses hukum maupun berbagai ikutannya. Saya mohon dukungan para sahabat dalam menjalani proses ini.
Informasi terkait Susanna Harsono
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.