Para Rektor Universitas Seharusnya Dukung Kebebasan Pers di Kampus
Andreas Harsono
Human Rights Watch
Peserta seminar tentang “payung hukum” buat pers mahasiswa di berbagai kampus di Solo, Jawa Tengah, Mei 2023. ©2023 Andreas Harsono/Human Rights Watch |
Ketika pers mahasiswa di Indonesia menghadapi intimidasi, sensor, dan pembredelan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sepakat minta Dewan Pers lakukan mediasi untuk semua perselisihan jurnalistik, termasuk sengketa pencemaran nama, yang melibatkan wartawan dan media mahasiswa. Ini langkah penting menuju perlindungan yang lebih baik terhadap pers mahasiswa di negeri ini.
Sampai saat ini, kasus pidana pencemaran yang melibatkan pers mahasiswa kebanyakan ditangani oleh universitas atau polisi, yang cenderung terpengaruh oleh elit lokal bila mengajukan gugatan terhadap pers mahasiswa. Perjanjian kerja sama yang ditandatangani pada 18 Maret ini memberikan mekanisme yang tak lagi mengharuskan sengketa pencemaran nama dirujuk ke polisi atau kejaksaan negeri.
Tahun lalu, Human Rights Watch meminta pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dengan Dewan Pers dan membentuk mekanisme untuk mendukung dan melindungi media mahasiswa. Meskipun Undang-Undang Pers tahun 1999 telah membentuk Dewan Pers untuk memediasi perselisihan pencemaran yang dihadapi oleh organisasi media, pers mahasiswa tidak termasuk dalam lingkup kerjanya. Sebaliknya, wartawan mahasiswa bekerja di bawah yurisdiksi lembaga pendidikan mereka dan, lebih jauh lagi, Kementerian Agama untuk perguruan Islam dan Kementerian Pendidikan untuk universitas lainnya. Dewan Pers berharap bisa menandatangani perjanjian serupa dengan Kementerian Agama.
Sebagian besar universitas di Indonesia memiliki media mahasiswa, seperti majalah, situs berita online, atau stasiun radio. Banyak dari outlet berita ini beroperasi seperti redaksi media kebanyakan. Hal ini sering kali membawa mereka berkonflik dengan pihak administrasi universitas ketika reporter mahasiswa mengungkap dan melaporkan penyimpangan dosen, korupsi, pelecehan seksual, dan isu-isu peka lainnya di kampus.
Antara tahun 2020 dan 2021, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia mencatat 48 kasus dimana manajemen universitas yang mengintimidasi atau menutup media mahasiswa di antara 185 kasus dugaan pelanggaran terkait pers di kampus-kampus di seluruh negeri. Selain intimidasi dan pembredelan, pelanggaran yang dilakukan juga berkisar dari ancaman fisik hingga pengeluaran mahasiswa karena karya jurnalistik mereka.
Pers mahasiswa memiliki sejarah panjang di Indonesia dan kesepakatan terbaru ini akan mendukung kebebasan pers di kampus-kampus di Indonesia. Para rektor dan administrator universitas harus melindungi, mendorong, dan memuji pers mahasiswa, bukannya menyensor mereka.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.