Perubahan Seyogyanya Jadi Batu Loncatan bagi Reformasi Kebebasan Beragama
Andreas Harsono
Indonesia Researcher
Tahun ini, untuk pertama kalinya sejak tahun 1953, umat Kristen di Indonesia dapat secara resmi menggunakan terminologi bahasa Indonesia untuk Yesus Kristus, saat mereka merayakan hari raya kekristenan: Jumat Agung, Minggu Paskah, dan Natal. Ini sebuah kemenangan atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan pemerintah tidak lagi memaksakan penggunaan istilah Arab, Isa al Masih, untuk Yesus Kristus pada perayaan hari raya, yang telah dijalankan selama tujuh dasawarsa.
Perubahan ini terjadi pada bulan Januari, ketika sebuah surat keputusan bersama ditandatangani tiga menteri: Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas. Presiden Joko Widodo memperkuat perubahan ini ketika dia mengeluarkan keputusan presiden soal hari libur nasional tahun ini, dengan menggunakan Yesus Kristus dalam pengumumannya, bukan Isa al Masih.
Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan umat Kristen di Indonesia telah meminta perubahan nomenklatur: “Ini usulan dari umat Kristen dan Katolik agar nama nomenklatur itu justru diubah.”
Masih belum terjawab mengapa berbagai pemerintahan di Indonesia memerlukan waktu sangat lama untuk menghapuskan persyaratan yang tidak perlu dan menindas mengenai terminologi umat Kristen di Indonesia. Dalam praktik sehari-hari, termasuk dalam ibadah hari Minggu, kebanyakan warga gereja di Indonesia jarang menggunakan nama Arab tersebut, dan memilih versi bahasa Indonesia.
Indonesia mempunyai dua penerbit Alkitab: Lembaga Alkitab Indonesia, yang dimiliki bersama oleh berbagai denominasi Protestan, dan Lembaga Biblika Indonesia, yang dikendalikan oleh gereja Katolik Roma. Selain bahasa Indonesia, mereka juga menerjemahkan Alkitab ke dalam ratusan bahasa suku di Indonesia. Kedua penerbit tersebut menggunakan istilah Yesus Kristus, meskipun pemerintah tak secara resmi mengakuinya.
Gomar Gultom, ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, berterima kasih kepada pemerintah karena akhirnya mengakhiri kebingungan soal dua nama berbeda untuk “oknum yang sama.” Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia dapat menunjukkan pengakuan yang lebih besar terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, sebuah langkah kecil namun penting, yang dapat menjadi awal bagi reformasi yang lebih luas dalam melindungi hak beragama bagi semua orang.