Komnas Perempuan Gelar Pertemuan Pertama Soal Peraturan yang Diskriminatif
Andreas Harsono
Indonesia Researcher
Human Rights Watch
Hari Senin, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengadakan pertemuan pertama soal aturan wajib jilbab di negeri ini, mengundang dua siswi, enam perempuan, dan dua ayah untuk bersaksi.
Sejak pertama kali diperkenalkan di Sumatera Barat pada tahun 2001, Indonesia telah memiliki 120 aturan daerah wajib jilbab, 73 diantaranya masih berlaku. Sanksi berkisar dari peringatan lisan, dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan hingga hukuman penjara sampai tiga bulan.
Para siswi dan orang dewasa yang beri kesaksian berasal dari Aceh, Lampung, dan Sumatra Barat, serta Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Banyak siswi menangis, terkadang sembunyi di toilet sekolah, guna menghindar dari intimidasi guru dan siswa lain. Ada siswi pindah sekolah, hanya untuk menemukan bahwa guru di sekolah kedua, juga merundung soal jilbab. Kebanyakan kelakuan buruk tersebut dilakukan para guru dan kepala sekolah.
Dua ayah dari keluarga Protestan dan Katolik, mengatakan bahwa siswi non-Muslim biasa diminta “menyesuaikan” dengan pakai jilbab atau, bila tanpa jilbab, mengenakan rok panjang dan baju lengan panjang. Putri-putri mereka dipaksa pakai jilbab atau dipegang pahanya karena “rok pendek.”
Para perempuan, dalam kesaksiannya, bicara soal tekanan pada guru dan pegawai negeri untuk mengenakan jilbab jika mereka ingin tetap bekerja atau dapat promosi.
Seorang siswi kelas sembilan dari Cirebon, Jawa Barat, bicara soal menjadi satu-satunya siswi yang tak berjilbab di sekolahnya sejak masuk pada 2021. Ayahnya dapat izin setelah bicara dengan guru-guru di sekolah bahwa Islam tidak identik dengan jilbab, tapi ada banyak tafsir soal busana muslimah.
Meski dapat izin, siswi itu tetap jadi sasaran perundungan oleh guru dan murid lain. Dia mengatakan: “Oh ya, sejujurnya banyak temen-temen saya yang ingin lepas jilbab. Bilang, 'Re kamu mah enak ga pake jilbab, aku pengen kayak kamu tapi ....' Mereka ingin bebas, sepertiku, tapi mereka ga berani melihat apa yang saya alami. Karena itu, tolonglah... bebaskan temen-temanku. Biarkan mereka menghirup kebebasan. Memilih seragamnya sendiri.”
Imam Nakha'i dari Komnas Perempuan minta pemerintah, yang diwakili kementerian-kementerian, cabut semua aturan wajib jilbab, yang “… traumatik, (bikin) depresi, malu, tidak percaya diri.”
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama seyogyanya cabut peraturan yang diskriminatif ini, bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan guna hentikan guru dan pegawai sekolah menekan siswi dan guru untuk pakai jilbab.
No comments:
Post a Comment