Pada Juni 2014, saya diundang ke Amsterdam buat ikut acara Human Rights Watch soal penggalangan dana untuk kegiatan hak asasi manusia. Ini pertama kali saya diperkenalkan dengan World Giving Index.
Charities Aid Foundation, sebuah organisasi London, membuat riset tahunan soal angka-angka amal tersebut. Saya dijelaskan berbagai indikator dan metodologi mereka. Intinya, mereka menghitung berapa banyak hibah yang diberikan berbagai organisasi maupun individu buat kegiatan amal. Sudah lebih dari satu dekade mereka bikin temuan tahunan.
Di Amsterdam, saya tak kaget ketika mengetahui Amerika Serikat adalah negara-bangsa yang paling banyak sumbangkan uang dan kerja buat amal, dari soal kelaparan sampai banjir, dari pendidikan sampai krisis iklim. Negara-negara Eropa –kecuali Inggris, Irlandia dan Belanda-- jauh di bawah Amerika. Namun saya diingatkan bahwa ada satu bangsa, yang angka-angkanya naik, dan akan cepat menyalip Amerika Serikat.
Namanya Indonesia!
Tak lama kemudian, Indonesia terbukti mendahului Amerika Serikat. Pada 2020, index Indonesia berada pada 69%, praktis sama dengan 68% pada 2021. Di seluruh dunia, Indonesia memiliki tingkat tertinggi soal sumbangan uang (84%) dan kerja (63%) pada 2021. Saya bangga sekali dengan kemurahan hati bangsa Indonesia.
Persoalannya, penyebaran sumbangan ini kurang merata, terutama pada sektor hak asasi manusia. Ia lebih banyak pada sektor keagamaan serta bencana alam.
Saya ingin sumbangan juga diarahkan buat para pekerja hak asasi manusia, dari bantuan hukum sampai lingkungan hidup.
Salah satunya adalah Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Ini salah satu organisasi hak asasi manusia tertua di Indonesia. Ia didirikan pada 1971 oleh Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan. Gubernur Jakarta Ali Sadikit bukan saja mengesahkan tapi juga secara rutin beri bantuan keuangan dari anggaran pemerintah.
Sejak 1970an, LBH Jakarta membela orang yang hak dirampas, terutama dari kalangan kurang mampu, termasuk menggugat Gubernur Sadikin karena perampasan lahan. Bang Ali ngomel tapi tetap dukung. Sebagai wartawan muda, saya sering meliput Bang Ali, kadang geli juga, lihat Bang Ali mengomel tapi uang tetap mengalir. Saya salut dengan Bang Ali.
Kini sudah lima dekade LBH Jakarta berjalan, kerja mereka luar biasa, dari gugat privatisasi air bersih sampai perampasan lahan. LBH Jakarta juga gigih memperjuangkan kebebasan beragama dan kepercayaan. Dari diskriminasi terhadap minoritas Ahmadiyah sampai kesulitan gereja Kristen dapat izin. LBH Jakarta juga tak pandang bulu dalam bela warga, terlepas dari agama atau kepercayaan, orientasi seksual, gender, umur, suku dan sebagainya.
Namun keuangan masih pas-pasan. Saya sering kepikiran kalau ingat gaji yang diterima para pengacara mereka. Mungkin sedikit tertolong karena mereka masih muda, tanggungan belum sebesar mereka yang sudah berkeluarga, yang lebih berumur.
LBH Jakarta juga lebih banyak dapat bantuan dari organisasi donor, terutama luar Indonesia. Ini cukup memalukan bukan? Dimana kedermawanan warga Jakarta soal hak asasi manusia?
Saya pribadi sumbang rutin, dengan memotong kartu kredit. Tak banyak jumlahnya, hanya Rp 500 ribu tiap bulan. Tapi alangkah baiknya bila ada setidaknya 1,000 orang yang mau sumbang Rp 500 ribu sebulan. Ia berarti dapat Rp 500 juta setiap bulan –cukup buat bayar ongkos dasar di LBH Jakarta: gaji, listrik, air serta transit. Lebih baik lagi bila ada 2,000 orang, 5,000 dan seterusnya. Lebih baik juga bila angkanya lebih dari Rp 500 ribu bukan?
Mari bersama ulurkan tangan buat LBH Jakarta. Mari arahkan kedermawanan bangsa Indonesia ke sektor hak asasi manusia juga.
Andreas Harsono
Keterangan dari LBH Jakarta
Sumbangan rutin bisa email simpul@bantuanhukum.or.id, telepon 021-3145518, selular 0878-87217774. Bisa juga dikirim ke rekening LBH Jakarta:
- Bank BCA 3053005167
- Bank BNI 0010740908
- Bank BRI 033501001770306
- Bank Mandiri 1230003006741