Ada seorang saudara, setiap bulan selama hampir dua tahun, datang ke rumah. Dia kehilangan pekerjaan dua tahun lalu. Acara kunjungan selalu menyindir bahwa saya suka bantu kawan tapi tak bantu keluarga, lantas bilang betapa dia "membantu orang miskin."
Buntutnya, minta bantuan untuk "LSM belum dapat funding" dia atau "pengungsi Iran" atau biaya pendaftaran S3 di Universitas Indonesia. Dia hanya berkhayal soal studi doktoral. Dia juga delusional soal dapat rekomendasi dari nama-nama orang yang disebutkan guna mencari pendanaan.
Namun kalau dibiarkan, tak diberi uang, dia lantas memelintir sana dan sini. Menangis. Teriak. Bikin malu. Barulah diam sesudah diberi "sumbangan" beberapa rupiah.
Saya sebenarnya tak keberatan bantu keuangan. Cuma dia selalu bikin tegang seisi rumah, dari isteri sampai anak kami, dari kawan sampai mertua. Sasaran dia termasuk pekerja rumah tangga. Dituduh kasih makanan basi. Dituduh membuat pakaian renang miliknya rusak. Dituduh mengunci kulkas agar dia tak bisa makan. Padahal kulkas tak ada kuncinya.
Kami dibikin tegang dgn kehadirannya. Namun mau bagaimana lagi? Namanya juga saudara.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.