Uniknya, pembicara satunya adalah Sapariah Saturi, redaktur Mongabay Indonesia, yang juga isteri saya. Kami diundang secara terpisah, tampaknya, panitia juga tak tahu bahwa kami adalah pasangan.
Sapariah adalah wartawan khusus lingkungan hidup. Dia diminta bicara soal liputan soal lingkungan hidup. Ini penting karena Danau Toba adalah danau yang punya banyak persoalan lingkungan. Ia terutama disebabkan oleh perusahaan Toba Pulp Lestari.
Saya diminta datang ke acara ini oleh Aulia Adam, salah satu wartawan Suara USU, ketika bertemu saya di Denpasar, Pulau Bali, beberapa bulan lalu. Saya diminta bicara soal jurnalisme. Pada September 2014, Suara USU juga mengundang saya menjadi tutor dalam Salam Ulos, juga di Parapat.
Mereka secara terpisah menghubungi Sapariah. Saya baru tahu bahwa Sapariah diundang juga ketika dia tanya apakah pada November ini saya bisa menjaga anak kami Diana di Jakarta. Saya bilang kebetulan ada acara di Danau Toba.
Bisakah kami membawa Diana sehingga kami bisa bergantian menjaga anak.
Mereka juga kaget dan bilang bisa tentu. Jadilah kami berangkat bersama-sama, terbang ke Medan, lantas naik mobil tujuh jam ke Parapat. Diana senang sekali bisa main di tepi Danau Toba.
Annette Horschman, seorang warga Pulau Samosir, warga Jerman yang menikah dengan lelaki Batak, juga jadi pembicara dalam acara ini. Horschman banyak bicara soal kegiatan pembersihan Danau Toba. Kami juga datang ke Pulau Samosir, lihat desa wisata, belajar menarik, lihat makam kuno, dan beli souvenir Batak.
Para mahasiswa malah senang ada anak kecil berada di tengah mereka. Diana tak kekurangan kakak-kakak yang menemaninya bermain. Debora Sinambela bahkan jadi magnet buat Diana yang sering mengajak Sinambela bermain.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.