KIMANUS WENDA, seorang narapidana dari Nabire menjalani operasi pengangkatan tumor dari perut di rumah sakit Dian Harapan, Waena, Jayapura pada 14 Maret 2012. Wenda seorang tahanan makar dengan hukuman 20 tahun.
Menurut Peneas Lokbere dari Bersatu Untuk Kebenaran, sebuah organisasi khusus bantu para tahanan politik Papua, operasi dimulai pukul 10 selama dua jam. "Setelah operasi dan dikembalikan ke ruang rawat menginap. Semua proses berjalan baik tanpa ada halangan," kata Lokbere. Ada daging tumbuh dan sakit hernia dioperasi. Jahitan ada enam buah.
Wenda menginap di rumah sakit hingga Sabtu 17 Maret 2012. Sabtu tersebut dokter Trajanus Lauretius menyatakan Kimanus Wenda boleh "pulang" ke penjara Abepura, tapi setiap Selasa harus check ke rumah sakit Dian Harapan.
Lokbere mengantar Wenda ke penjara Abepura Sabtu sore. Minggu Lokbere kembali bezoek untuk antar obat-obatan. Menurut Lokbere, Kimanus Wenda cerita bahwa dua orang petugas penjara masuk ke sel tahanan. Semua barang miliknya, termasuk pakaian dan obat-obatan, diobrak-abrik tanpa alasan jelas. Dia tersinggung karena dalam keadaan habis operasi diperlakukan tidak sopan.
Kimanus Wenda sebenarnya tercatat sebagai tahanan penjara Nabire. Namun dia belum bisa kembali ke Nabire karena harus sembuh baik dan melepaskan jahitan luka di bagian perut lebih dulu.
Menurut Asian Human Rights Commission, Kimanus Wenda mulai mengeluh sakit perut pada tahun 2010, dia sering muntah-muntah. Dokter penjara Nabire memeriksa dan usul Wenda diperiksa di Jayapura. Namun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan tak bisa membiayai operasi di Jayapura. Mereka tak punya ongkos untuk operasi tersebut.
Seorang petugas penjara Nabire membantah Wenda sakit. Buktinya? Kimanus Wenda masih bisa main bola volley di lapangan penjara Nabire. Sikap yang mempersulit keadaan ini membuat Peneas Lokbere menggalang dana untuk operasi Wenda. Beberapa organisasi non-pemerintah iuran membayar biaya perjalanan, biaya transfer antar penjara Nabire-Abepura serta pengobatan Kimanus Wenda.
Menurut Facebook milik Tapol (London), penggalangan dana dikelola Tapol, sebuah organisasi khusus tahanan politik, dengan memakai internet gofundme.com berhasil kumpul £2,000. Mereka menyalurkan kepada Peneas Lokbere dan kawan-kawan di Jayapura.
Kini Lokbere sedang memantau pemulihan kesehatan Kimanus Wenda di penjara Abepura. Bila sudah pulih dan jahitan dibuka, Wenda akan kembali ke penjara Nabire. Menurut hukum Indonesia, pemerintah Indonesia wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada para narapidana. Namun masalah anggaran sering jadi alasan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tak menegakkan aturan tersebut.
Ironisnya, pemerintah Indonesia juga melarang International Committee of the Red Cross (ICRC) bekerja di Papua sejak Maret 2009. Padahal ICRC sering membantu keluarga narapidana bezoek narapidana. ICRC juga biasa membantu pengobatan narapidana tanpa pandang bulu.
Peneas Lokbere serta Tapol kini sedang mengumpulkan dana untuk operasi Jefrai Murib dari penjara Biak. Jefrai Murip diduga terkena stroke pada 19 Desember 2011. Badan kiri, kaki kiri dan tangan kiri mati rasa. Dia tak bisa berjalan. Bila berjalan dia biasa dipapah oleh rekan-rekannya. Murip sempat diperiksa di rumah sakit umum Biak. Dokter mengeluarkan rujukan agar dia bisa diperiksa di rumah sakit umum Jayapura.
Lokbere mengantar Wenda ke penjara Abepura Sabtu sore. Minggu Lokbere kembali bezoek untuk antar obat-obatan. Menurut Lokbere, Kimanus Wenda cerita bahwa dua orang petugas penjara masuk ke sel tahanan. Semua barang miliknya, termasuk pakaian dan obat-obatan, diobrak-abrik tanpa alasan jelas. Dia tersinggung karena dalam keadaan habis operasi diperlakukan tidak sopan.
Kimanus Wenda sebenarnya tercatat sebagai tahanan penjara Nabire. Namun dia belum bisa kembali ke Nabire karena harus sembuh baik dan melepaskan jahitan luka di bagian perut lebih dulu.
Menurut Asian Human Rights Commission, Kimanus Wenda mulai mengeluh sakit perut pada tahun 2010, dia sering muntah-muntah. Dokter penjara Nabire memeriksa dan usul Wenda diperiksa di Jayapura. Namun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan tak bisa membiayai operasi di Jayapura. Mereka tak punya ongkos untuk operasi tersebut.
Seorang petugas penjara Nabire membantah Wenda sakit. Buktinya? Kimanus Wenda masih bisa main bola volley di lapangan penjara Nabire. Sikap yang mempersulit keadaan ini membuat Peneas Lokbere menggalang dana untuk operasi Wenda. Beberapa organisasi non-pemerintah iuran membayar biaya perjalanan, biaya transfer antar penjara Nabire-Abepura serta pengobatan Kimanus Wenda.
Menurut Facebook milik Tapol (London), penggalangan dana dikelola Tapol, sebuah organisasi khusus tahanan politik, dengan memakai internet gofundme.com berhasil kumpul £2,000. Mereka menyalurkan kepada Peneas Lokbere dan kawan-kawan di Jayapura.
Kini Lokbere sedang memantau pemulihan kesehatan Kimanus Wenda di penjara Abepura. Bila sudah pulih dan jahitan dibuka, Wenda akan kembali ke penjara Nabire. Menurut hukum Indonesia, pemerintah Indonesia wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada para narapidana. Namun masalah anggaran sering jadi alasan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tak menegakkan aturan tersebut.
Ironisnya, pemerintah Indonesia juga melarang International Committee of the Red Cross (ICRC) bekerja di Papua sejak Maret 2009. Padahal ICRC sering membantu keluarga narapidana bezoek narapidana. ICRC juga biasa membantu pengobatan narapidana tanpa pandang bulu.
Peneas Lokbere serta Tapol kini sedang mengumpulkan dana untuk operasi Jefrai Murib dari penjara Biak. Jefrai Murip diduga terkena stroke pada 19 Desember 2011. Badan kiri, kaki kiri dan tangan kiri mati rasa. Dia tak bisa berjalan. Bila berjalan dia biasa dipapah oleh rekan-rekannya. Murip sempat diperiksa di rumah sakit umum Biak. Dokter mengeluarkan rujukan agar dia bisa diperiksa di rumah sakit umum Jayapura.
No comments:
Post a Comment