Tuesday, December 28, 2010

Sebuah Teratak di Stadthuys


Teratak Munsyi di Stadthuys ©2010 Sapariah Saturi

KETIKA jalan-jalan lihat Stadthuys, sebuah benteng dan bekas kantor Vereenigde Oost-Indische Compagnie di Melaka, kini dijadikan beberapa museum, saya lihat ada "teratak munsyi." Munsyi adalah terminologi untuk ahli bahasa, penterjemah, sastrawan maupun guru. Di museum pendidikan Stadthuys, munsyi yang dijadikan contoh adalah Abdullah bin Abdul Kadir (1796–1854), seorang guru Melayu keturunan Hadramaut, Melayu dan Tamil, biasa mengajar pengajian al Qur'an.

Dalam antologi Agama Saya Adalah Jurnalisme, saya juga memakai istilah "munsyi" untuk Noam Chomsky, profesor dari Massachusetts Institute of Technology di Cambridge. Menurut Arts and Humanities Citation Index, Chomsky adalah penulis yang paling sering dikutip di seluruh dunia akademik untuk periode 1980–1992.

Dalam Bahasa Malaysia, kata "munsyi" sering dipakai namun ia jarang digunakan dalam Bahasa Indonesia. Entah kenapa. Novelis Remy Sylado alias Yapi Tambayong suka memakai kata ini. Dia menyebut dirinya sendiri seorang munsyi. Remy Sylado, memang seorang munsyi, antara lain berkat buku 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing.

Dalam bahasa Urdu, "munshi" berarti seorang penulis atau sekretaris. Kata ini lantas dipakai di British India serta British Malaya dimana Abdullah bin Abdul Kadir bekerja. Dalam bahasa Persia, kata منش (munshi) adalah gelar kehormatan untuk orang yang menguasai beberapa bahasa.

Saya minta isteri saya, Sapariah, memotret teratak munsyi --tempat belajar bahasa serta mengaji al Quran dekat museum tsb. Saya suka dengan ide orang belajar di tempat kecil dan tempat terbuka macam teratak ini.

1 comment:

Ahmad Sahidah said...

Kita memerlukang langkah kecil untuk menyuburkan huruf, seperti halnya teratak Munsyi tempat orang belajar mengaji.