Ditulis oleh Tantra Nur Andi
Borneo Tribune
“Tidak ada ditemukan unsur pidana di dalam Seruan Pontianak (SP) karena SP tidak mengajak masyarakat berbuat konflik,” tegas Kabid Humas Polda Kalbar, Suhadi, Senin (5/9).
Penegasan Suhadi ini disampaikan dalam konfrensi pers usai Direktorat Intelkam Polda Kalbar mengundang empat penggagas SP. Suhadi mengatakan hasil kajian dari Dirintelkam Polda Kalbar setelah meminta empat penggagas SP yaitu Andreas Harsono, Nur Iskandar, Suwito dan A. Alexander Mering mengklarifikasi terbitnya Seruan Pontianak.
Dijelaskan Suhadi, Dirintelkam mengundang empat penggagas SP ini untuk menanyakan maksud, tujuan, latar belakang sampai siapa yang mendanai hingga terbitnya SP dimaksud.
Keempat penggagas ini dimintai keterangan oleh Dirintelkam Polda Kalbar dari pukul 11.00 hingga 15.00 WIB. Sekitar 20 pertanyaan diajukan Dirintelkam pada empat penggagas SP tersebut.
Tindak lanjut dari pertemuan Senin kemarin, lanjut Suhadi, rencananya Polda Kalbar akan mengundang seluruh tokoh masyarakat mulai dari DAD, MABM, MABT sampai Kesultanan Istana Kadariah Pontianak dan 77 orang yang namanya masuk dalam SP untuk memberikan penjelasan seputar Seruan Pontianak.
Suhadi juga meminta media massa tidak membuat tulisan provokatif yang justru memancing terjadinya konflik.
Sementara itu, empat penggagas SP yaitu Andreas Harsono, Nur Iskandar, Suwito dan A. Alexander Mering setelah dimintai keterangan tujuan dan maksud terbitnya SP oleh Dirintelkam juga menggelar konfrensi pers di ruang Dirintelkam.
Nur Iskandar menjelaskan terbitnya SP berawal dari beberapa kejadian terbaru terutama gangguan Kamtibmas. Atas dasar inilah, para penggagas SP membuat draf setelah acara buka puasa bersama yang digelar oleh Tribune Institute.
“Lahirnya SP ini bertujuan bagaimana mencegah terjadinya konflik di Kalbar,“ tegasnya.
Saat buka puasa bersama, sudah ada draf SP yang dibuat. Kemudian, ia mengirim sms kepada tokoh-tokoh masyarakat, mengajak mereka ikut menyerukan SP. “Saya minta tokoh-tokoh masyarakat yang saya kirim sms, untuk membaca draf SP di blog saya. Kalau ada kekurangan, saya minta masukan,” tuturnya.
Beberapa tokoh memberikan masukan pada draf tersebut dan langsung menyatakan bersedia bergabung dalam seruan tersebut.
Nur Iskandar juga menegaskan, pernyataan beberapa tokoh yang merasa terkejut dengan isi SP padahal namanya dimasukan dalam SP tidak salah. Karena tokoh-tokoh tersebut memang belum membaca draf SP sebelumnya. Namun setelah ada pertemuan dengan para tokoh yang merasa keberatan tersebut akhirnya para tokoh itu mengerti tujuan Seruan Pontianak.
A. Alexander Mering juga mengungkapkan kata-kata pembantaian dalam seruan pontianak tersebut dimuat karena memang tidak ada kata-kata lain yang bisa mewakili peristiwa terbunuhnya ribuan orang dalam konflik etnis di Kalbar.
“Kalau satu orang yang tewas akibat pertikaian, itu bisa dinamakan pembunuhan tapi jika yang tewas mencapai ribuan orang dalam pertikaian maka sebutan apa yang cocok selain pembantaian,” tegas Mering.
Mering menilai, kondisi damai di Kalbar saat ini sebenarnya belum menemui titik perdamaian abadi. Akar persoalan konflik belum terselesaikan dengan baik.
Sementara itu, Andreas Harsono menegaskan tidak ada yang mendanai secara khusus hingga terbitnya Seruan Pontianak. Tapi dana untuk iklan Seruan Pontianak itu didapat dari patungan para penggagas Seruan Pontianak.
Direktur Yayasan Insan Khatulistiwa (YIK) Kalbar, Nagian Imawan, menyambut baik upaya yang dilakukan Polda Kalbar. Dia melihat undangan terhadap empat pengagas itu sebagai upaya mengakhiri pro kontra terkait SP dimaksud.
Namun Nagian mengingatkan, Polda Kalbar dalam bekerja haruslah profesional dan proporsional, jangan karena tekanan pihak tertentu atau kelompok masyarakat tertentu.
”Demikian juga dengan masyarakt, janganlah berlebihan memandang SP tersebut, bila kurang berkenan masih ada ruang dialog. Dan saya yakin landasan kita jelas yakni akademis,” kata Nagian.
Menurut Nagian, dirinya melihat SP itu tujuannya jelas ingin menuntaskan kejadian-kejadian yang ternah terjadi di Kalbar agar kedepan jangan terulang lagi. ”Memang untuk menuntaskan suatu permasalah, persoalanya harus dibuka dulu agar bisa dicara solusi terbaiknya, dan itulah tataran akademisi selalu membedah persoalan lewat diskusi, lokakarya maupun seminar,” katanya lagi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.