Saya (sekarang) berpacaran dengan seorang lelaki asal Padang. Lahir di ranah Minang, tumbuh dalam dialek Padang, besar dalam pendar-pendar primordialisme khas remaja Padang. Praktis, saya cepat akrab dengan budaya Minang, sekalipun belum pernah menginjakkan kaki keluar dari jeruji-jeruji kesentrisan pulau Jawa. Lelaki saya yang berpuak Jambak ini, Alfian, membuat saya cukup fasih bercerita dan berbicara dalam budaya dan bahasanya.
SAPAAN
Orang Padang (untuk juga menyebut semua orang di Sumatera Barat) biasanya menyapa dengan kalimat “Ba a kaba?” atau “Apo kaba?”
Contoh:
Ba a kaba? Lai aman-aman se? (Bagaimana kabarmu? Baik-baik saja kan?)
KATA GANTI SUBJEK
1. Aku
Untuk percakapan dengan teman, yang sering dipakai adalah kata “Awak”. Untuk sebutan yang lebih kasar (biasanya percakapan santai antar para pria), bisa pakai kata “Aden” (kata ini haram untuk diucapkan wanita). Dalam lagu-lagu Minang tentang percintaan yang mendayu-dayu, mereka menyebut diri sendiri dengan kata “Denai”. Kata “Denai” kalau dalam bahasa Jawa mungkin kira-kira sama dengan “Sliraku”. Lebih halus. Bisa juga pakai “Ambo”, tapi jarang sekali digunakan.
Perempuan lebih sering menyebut namanya daripada memakai kata “Awak”. Kesannya memang agak kekanak-kanakan. Mereka biasanya menggunakan bagian akhir dari namanya. Sebagai contoh, perempuan Minang bernama Dina akan memakai “Na” yang diambil dari suku terakhir nama panggilannya untuk menyebut diri sendiri. Ia akan bilang: “Na sadang sibuk.” (Dina sedang sibuk). Lain lagi dengan perempuan bernama Asri yang akan bilang: “Iko baju I.” (Ini baju Asri).
2. Kamu
Orang Padang menyebut lawan bicara langsung dengan nama mereka. Jadi mungkin (setahu saya) tidak ada kata “Kamu” dalam bahasa ini. Saya merasakan kesan akrab dalam cara berkomunikasi seperti ini. Karena mau tidak mau mereka harus selalu hafal nama orang kan? Agak sulit bagi saya yang sulit mengingat nama orang. Dalam bahasa Padang yang lebih kasar, mereka mengganti kata “Kamu” dengan “Ang”. Contoh: “Manga ang ka siko?” (Kenapa kamu kesini?)
3. Dia = Inyo
4. Sebutan untuk perempuan yang lebih tua atau dihormati = Uni
5. Sebutan untuk pria yang lebih tua atau dihormati = Uda
PERTANYAAN
1. Apa = Apo, disingat A
2. Bagaimana = Bagaimano, disingkat Ba a
3. Berapa = Barapo, disingkat Bara
4. Dimana = Dimano, disingkat Dima
5. Darimana = Dari mano, disingkat Dari ma
6. Mana = Mano, disingkat Ma
7. Siapa = Siapo, disingat Sia
8. Kapan = Bilo
9. Mengapa = Mangapo, disingkat Manga
10. Kenapa = Dek a
Jadi kalau mau tanya “Bagaimana caranya?” bisa pakai “Ba a caronyo?” atau “Bagaimano caronyo?” Kata tanya yang disingkat lebih sering dipakai, terlebih dalam percakapan sehari-hari.
KATA PENUNJUK
1. Ini = Iko
2. Itu = Itu
3. Sini = Siko
4. Sana = Sinan
5. Situ = Situ
Rumah gadang artinya rumah yang besar. Atapnya berbentuk tanduk kerbau dan dibuat dari ijuk. Minangkabau berarti kerbau yang menang. Rumah ini untuk perempuan. Pada lelaki yang sudah akil baliq harus tinggal di luar rumah, biasanya di surau.
RUMUS BAHASA
Sebenarnya belajar bahasa Padang sangat mudah, karena banyak kata yang sama dengan bahasa Melayu versi Indonesia. Hanya saja kata-kata itu mengalami semacam penggubahan sesuai dialek mereka.
1. Pemakaian huruf O
Kalau Anda sering melihat film dan ada karakter orang Padang disitu, yang Anda paling ingat mungkin pemakaian huruf O yang kerap muncul. Bahasa Padang mengubah kata dalam bahasa Indonesia yang berakhiran A menjadi berakhiran O.
Contoh:
Cara = Caro
Belanja = Balanjo
Suka = Suko
Ada = Ado
Iya = Iyo
Baca = Baco
Janda = Jando
Nama = Namo
2. Pengubahan –at menjadi –ek
Sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia yang berakhiran –at berubah menjadi berakhiran –ek dalam bahasa Padang. Bunyikan –ek seperti mengucapkan “mbek” dalam kata “Lembek”.
Contoh:
1. Rapat = Rapek
2. Sarat = Sarek
3. Kawat = Kawek
4. Dapat = Dapek
5. Hambat = Hambek
6. Lambat = Lambek
7. Silat = Silek
8. Giat = Giek
9. Kuat = Kuek
Bedakan dengan contoh berikut:
1. Berat = Barek
2. Lebat = Labek
3. Tepat = Tapek
4. Penat = Panek
5. Merambat = Marambek
6. Keringat = Karingek
Perhatikan bahwa keenam contoh di atas tidak berubah menjadi “Berek”, “Lebek”, “Tepek”, “Penek” atau “Merembek”, melainkan “Barek”, “Labek”, “Dabek”, “Panek” dan “Marambek”. Suku kata pertama yang mengandung huruf E memang biasanya berubah menjadi A.
3. Pengubahan –as menjadi –eh
Contoh:
1. Panas = Paneh
2. Beras = Bareh
3. Gelas = Galeh
4. Pengubahan -ir menjadi –ia
Contoh:
1. Air = Aia
2. Alir = Alia
3. Cibir = Cibia
4. Pelintir = Palintia
5. Semir = Samia
5. Pengubahan –ur menjadi –ua.
Contoh:
1. Aur = Aua
2. Baur = Baua
3. Lebur = Labua
4. Tabur = Tabua
6. Pengubahan –ut menjadi –uik
Contoh:
1. Rambut = Rambuik
2. Laut = Lauik
3. Takut = Takuik
4. Kentut = Kantuik
5. Perut = Paruik
6. Ikut = Ikuik
7. Lembut = Lambuik
8. Rebut = Rabuik
7. Pengubahan –uk menjadi –uak
Contoh:
1. Keruk = Karuak
2. Beruk = Baruak
3. Buruk = Buruak
8. Pengubahan –uh menjadi –uah
Contoh:
1. Bunuh = Bunuah
2. Tujuh = Tujuah
3. Peluh = Paluah
9. Pengubahan –us menjadi –uih
Contoh:
1. Putus = Putuih
2. Halus = Haluih
3. Kurus = Kuruih
10. Pengubahan –ung menjadi –uang
Contoh:
1. Bingung = Binguang
2. Panggung = Pangguang
3. Hidung = Hiduang
11. Pengubahan –ih menjadi –iah
Contoh:
1. Lebih = Labiah
2. Pedih = Padiah
3. Letih = Latiah
12. Pengubahan –ing menjadi –iang.
Contoh:
1. Keling (hitam) = Kaliang
2. Pening = Paniang
3. Kucing = Kuciang
13. Pengubahan –il menjadi –ia
Contoh:
1. Ganjil = Ganjia
2. Bedil = Badia
3. Sambil = Sambia
14. Pengubahan –is menjadi –ih
Contoh:
1. Gadis = Gadih
2. Manis = Manih
3. Menangis = Manangih
15. Pengubahan -ap menjadi -ok
Contoh:
1. Gelap = Galok
2. Suap = Suok
3. Lelap = Lalok (tidur)
Tidak mutlak semua kata bisa diubah sesuai rumus diatas. Sejatinya, pengubahan akhiran pada kata-kata tersebut tidak perlu dihafalkan. Logat Padang bisa serta-merta Anda kuasai tanpa menghafal kalau Anda terbiasa berlatih dan berkomunikasi dengan bahasa ini.
KALIMAT NEGATIF
Kalimat negatif dalam bahasa Padang memiliki pola yang mirip dengan kalimat negatif dalam bahasa Perancis. Mungkin juga ada bahasa lain di dunia ini yang memiliki pola sama. Sejauh ini, karena kebetulan saya sedang mempelajari bahasa Perancis, so this is the one I clearly know.
Pola kalimat negatif dalam bahasa Perancis: Subjek + ne + Kata Kerja + pas + Objek / Pelengkap.
Contoh:
Kalimat positif => Je suis étudiante (Saya seorang mahasiswa)
Kalimat negatif => Je ne suis pas étudiante (Saya bukan mahasiswa)
Pola dalam bahasa Padang: Subjek + indak + Kata Kerja + Objek / Pelengkap + do.
“Pas” dalam bahasa Perancis sama fungsinya dengan “Do” dalam bahasa Padang. Bedanya “Do” selalu diletakkan di akhir kalimat dalam bahasa Padang.
Contoh:
1. Iko lamak (ini enak) => Iko indak lamak do (ini tidak enak)
2. Awak suko bagarah (Aku suka becanda) => Awak ndak suko bagarah do (Aku tidak suka becanda)
3. Ndak ba a do (Tidak apa-apa)
4. Ndak ado lai do (Tidak ada lagi)
HURUF E
Orang Padang, seperti juga orang Melayu lainnya, agak sulit membedakan huruf E. Seperti yang kita ketahui, kita memiliki tiga jenis huruf E. Kalau dalam bahasa Perancis, ada tiga aksen untuk huruf E, yaitu accent éigu (é), accent grave (è) dan accent circonflexe (ê).
Dalam bahasa Indonesia, tiga E itu adalah:
1. E seperti mengucapkan “Ekor”
2. E seperti mengucapkan “Emas”
3. E seperti mengucapkan “Elektronik”
Nah, orang Padang sulit membedakan ketiga E ini, sehingga maklumi saja apabila suatu saat Anda mendengar orang Padang yang agak ganjil cara mengucapkan sesuatu yang mengandung huruf E. Seringkali mereka mengucapkan “me” dalam kata “Nasionalisme” seperti mengucap E pada kata “Ekor” atau mungkin “Elektronik”, padahal seharusnya ia harus diucapkan seperti melafalkan kata “Emas”. Et cetera.
KATA KOTOR
Sebaiknya Anda harus tau daftar kata-kata kotor, bukan cuma dalam bahasa Padang tapi juga dalam bahasa lainnya.
1. Pantek
Teman saya pernah mengeluhkan kata ini. Ada orang Padang di samping kamar kostnya yang sering meneriakkan kata “Pantek” terhadap istrinya dengan tingkat desibel yang cukup tinggi untuk mengganggu waktu bersantainya.
Apa sih arti “Pantek”? Saya sering berdebat mengenai hal ini dengan Alfian. Kalau ditanya, dia pasti akan menjawab itu tidak ada artinya dan memang lazim dipakai untuk meneriakkan kemarahan atau kekecewaan. Ada juga yang bilang “Pantek” adalah alat kelamin perempuan yang dipakai untuk berkata kotor.
Menurut saya, sesuai rumus yang saya jabarkan di atas, “Pantek” dalam bahasa Indonesia adalah “Pantat”. Entah pantatnya perempuan atau laki-laki, sama saja (saya pikir, pantat bukan monopoli perempuan saja). Dalam rumus saya, kata yang berakhiran –at akan berubah berakhiran –ek dalam bahasa Padang. Pendeknya, “Pantat” mau tak mau harus bermanuver menjadi “Pantek”. Itu saja. Tidak ada yang mampu mengubah pendirian saya.
Ada yang bilang “Pantek” itu kasusnya sama seperti kata “Asu” dalam bahasa Jawa. “Asu” adalah anjing dalam bahasa Jawa. Orang Jawa berteriak “Asu” untuk mengekspresikan kemarahan, bukan karena ingin memanggil anjing.
Ya sama saja toh, dia menyamakan hal yang membuatnya marah itu dengan anjing (yang memang ditakdirkan untuk menjadi objek penderita). Orang Padang pun menyamakan hal yang membuatnya marah dengan pantat (yang ditakdirkan menjadi bagian tubuh pertama yang merasakan imbas ekskresi manusia). Secara filosofis, tidak ada masalah dengan itu.
2. Kanciang
“Kanciang” tidak mengacu pada kata “Kancing”, karena orang Padang lebih suka memakai kata “buah baju” untuk menyebut kancing baju. “Kanciang”, exactly berarti “Kencing”.
3. Kantuik
“Kantuik” berarti “Kentut”. Hmm, worth it ...
4. Galadak
I don’t have any idea...
5. Nama-nama hewan yang lazim didzikirkan ketika sedang kesal.
KOSA KATA LAIN
Tidak semua kata dalam bahasa Indonesia yang bisa diubah sesuai yang saya rumuskan untuk menjadi kata dalam bahasa Padang. Ada kata lain yang memang harus dihafalkan kalau Anda memang ingin mempelajarinya.
Contoh:
1. Uang = Pitih
2. Perempuan = Padusi
3. Jangan = Jan
4. Beri = Agiah
5. Celana = Sarawak
6. Belum = Alun
7. Sudah = Alah
8. Saja = Se
9. Besar = Gadang
10. Dan masih sangat sangat banyak lainnya..
Orang Padang juga punya cara Padang sendiri yang terbawa saat ia berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Mungkin agak ganjil kalau Anda belum terbiasa. Contohnya, mereka sering menyebut kata “Bensin” dengan “Minyak”. Yang jelas prinsipnya sama saja ketika Anda ingin mempelajari sesuatu yang baru. Practice makes perfect!
Sumber gambar www.udaunisumbar.com
12 comments:
Mantap Mas..baru 1 minggu udah bisa belajar bahasa padang dan bisa juga membuat rumus2 bahasa padang....salut...
Bang Andreas, ini komentar saya tentang tulisan Arleta.Tapi, sebelumnya udah saya tulis di FB nya langsung.
-----
Artikel yg bagus. Dan bisa jadi refrensi yg bagus tentang bagaimana logat bahasa Padang (Minang).
Sekedar informasi buat Bg Andreas dan Mbak Arleta, ini adalah bagian dari bahasa Minang. Mungkin lebih cocok kalau di sebut bahasa tutur di perkotaan di Minangkabau.
Sebenarnya, bahasa di Minangkabau itu tergantung siapa yang menuturkannya. Itu berarti, tergantung dari mana orang tersebut berasal.
Kl merunut sejarah Minangkabau dari kerajaan Pagaruyuang, berarti batas2 Minangkabau itu adalah:
Dari Sikilang Aia Bangih (Pasaman Barat yg berbatasan dg Natal, Sumut)
hingga Taratak Aia Hitam (Bengkulu)
Dari Durian Ditakuak Rajo (Bungo, Jambi)
hingga Sialang Balantak Basi (Kampar, Riau)
Sementara itu, bahasa Minang juga dipakai oleh masyarakat di pesisir Sumut dan Aceh, serta di Negeri Sembilan, Malaysia.
Tiap2 daerah (selain perkotaan) cara masyarakat Minang bertutur sangatlah berbeda. Contoh kecilnya, Nagari Koto Tangah Simalanggang, dan Nagari Taeh Baruah, sama2 dalam Kecamatan Payakumbuh. Namun logat berbahasanya begitu berbeda. Ada idiom yg lucu tentang perbandingan dua bahasa tersebut. "Lebih baik dipacaruik-an (memaki dg kalimat P**tek) orang Simalanggang daripada disapa orang Taeh." Hehe. Itu karena, orang Taeh bila bicara, logat bahasanya keras. Kalau dianalogikan, logat Simalanggang itu seperti Jawa Kromo Inggil dan Logat Taeh seperti Batak Karo. hehe. Bayangkan, jika ada dua orang dengan logat berbeda tersebut berbicara.
Kalau kita lihat lagi di Kabupaten Pasaman atau Pasaman Timur, mereka memakai bahasa Mandailing. Padahal, mereka jelas masyarakat Minangkabau.
Apa yang ditulis Arleta ini lebih sering diucapkan masyarakat "Minang di perkotaan" [istilah yg sy buat sendiri, utk memperjelas pembagian wilayah tutur bahasa]. Umumnya di tiap kota di Sumbar memiliki logat atau bahasa tutur yang sama. Hanya berbeda nadanya saja. Seperti di Payakumbuh, masyarakat di sana dalam bertutur seperti "bernyayi". Kalau di Kota Solok, lebih totok atau mendok seperti orang Bali.
Kesamaan dalam bertutur di daerah kota ini, sejauh yg dapat sy simpulkan, karena dahulunya masyarakat Minang suka pergi menjual hasil kebun/pertanian daerah masing2 ke tempat yg telah disepakati terlebih dulu. Contohnya, Bukittinggi. Itu merupakan tempat berkumpulnya orang2 Agam [daerah tua di Minang, yang biasa disebut Luhak Agam] untuk menjajakan barang dagangan mereka. Begitu pula daerah lainnya, karena biasanya satu pedangang bisa menjajakan barang dagangannya ke saentro daerah yang ada di Minang. Jadi asumsi sy, itu adalah bahasa yang di bawa oleh pedagang. Ada yg bilang berawal dari Kota Padang. Namun, sy belum memiliki refrensi tentang hal itu.
Selanjutnya, Bangkinang, ibukota Kab. Kampar Riau, bahasa mereka sama dengan Bahasa perkotaan di Minang, begitupula dengan Teluk Kuantan. Dan Kota Pekanbaru, masyarakatnya sekarang sudah sering berbahasa Ind. Namun, masyarakat asli tentu mengerti bila kita bicara menggunakan bahasa Minang perkotaan. Jika ada yang tidak mengerti, itu bisa diasumsikan sebagai masyarakat pendatang.
Nah, rasanya terlalu dini jika kita mengasumsikan apa yang Arleta sampaikan sebagai Bahasa Minang. Sy belum terlalu paham tentang Minangkabau. Tapi tulisan ini menggelitik sy untuk terus mencari tahu.Terimakasih sebelumnya.
Kesimpulan sy, dialeg bahasa Minang tidak secara keseluruhan seperti yang Arleta sampaikan. Hingga saat ini, saya pribadi masih menganggap Bahasa Minang itu bahasa yang tertuang di dalam Tambo, Kaba, dan Dendang. Apa itu? Mari kita cari.. hehe
Salam
Romi Mardela
Adriyanto,
Aku tersipu-sipu dipuji bisa belajar bahasa Padang dalam seminggu. Aku tak bisa bahasa Padang kok. Esai ini buatan Arleta Fenty, seorang mahasiswi dari Jogjakarta, yang pacaran dengan pemuda Minangkabau. Pacarnya, Alfian Syafril, pernah ambil kelas penulisan saya. Mereka sepasang kekasih yang romantis. Arleta belajar Bahasa Padang karena kekasihnya.
Romi,
Terima kasih sekali untuk masukannya. Arleta belajar bahasa Padang tanpa sekali pun ke Sumatera Barat. Dia bahkan tak pernah keluar dari sentralisme Jawa. Hebat juga lho!
keren om.., kebeneran nih, gue punya temen anak minang banya banget, bisa buat share nih.. thank ya om..!!
tips promosi blog di youtube
wedew keknya bisa jadi guru les nih :D
kok lidahku rasanya kaku banget yah baca bahasa minang :(
Mas, mau ralat. ada yang salah, kata Alfian. kata "sulap" tidak bisa diubah jadi "sulok". itu salah besar banget hahaha. contoh lain untuk akhiran -ap yang bisa diubah menjadi -ok, kata "lelap". ia berubah jadi "lalok". orang padang lebih suka pake kata "lalok" daripada "tidur".
itu saja. karena saya cuma iseng-iseng nulis ini, dan orang-orang minang ternyata ada atensi lumayan, jadi khawatir kalo ada yang salah.
Arleta,
Ralat sudah aku lakukan. Coba kamu periksa lagi. Terima kasih.
wuah-wuah, kreatif sekali mbak Arleta ini. Mantan pacarku si Dia itu juga dari kota Padang, tapi biasanya aku dan Dia berbicara di telepon maupun sms menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar saja, jadi gak sampai belajar seperti ini. Salut deh..hehehe..
Lumayan, tulisan ini bisa aku gunakan untuk menyapa Dia sekali-sekali. :)
wah wah... keren nih... dulu sempet bingung pas beli makan di r.m. padang. ngemengnya gimana... makasih nih...
Hot Trends Today
keren...///
mw dunk belajr bhasa padang lebih dalam
keren
mw dunk belajar lebih dalam
Post a Comment