Suatu siang Oktober lalu, sesudah pertemuan dengan perusahaan buku di downtown Singapura, aku memutuskan makan siang di daerah Chinatown. Aku pernah diberitahu ada satu "ruko" dimana suasana Chinatown tempo doeloe dipajang apik. Aku ingin melihatnya.


Aku sering membayangkan kontrakan pada buruh pabrik di daerah Palmerah dan Kebagusan pada 1990an ketika aku sering meliput isu perburuhan untuk The Jakarta Post. Kamar-kamarnya kecil. Satu kamar ditempati dua hingga empat orang. Bila sudah berkeluarga, ayah dan ibu campur anak-anak hidup satu kamar, lengkap dengan alat-alat masak mereka.
Agak sulit mencari musium kecil ini. Pagoda Street hari ini adalah jalan penuh dengan toko-toko penjual souvenir untuk turis. Aku harus tanya tiga kali. Keempat kalinya, malah sudah kelewatan, tanpa sadar sudah melewati musium ini dua kali. Ia terdiri dari bangunan tiga lantai. Aku membayar tiket dan menaiki lantai demi lantai Chinatown Heritage Center.

Arsitektur ruko sepanjang Pagoda Street, serta berbagai daerah Chinatown sekitarnya, berasal dari Raffles Town Plan buatan 1822. Peraturan itu mensyaratkan materi yang harus dipakai membangun ruko maupun keharusan membangun trotoar dengan lebar lima kaki, sekitar 1.5 meter. Akibatnya, muncul terminologi "five-foot ways" atau jalanan-lima-kaki. Pada 1950an, Pagoda Street terkenal sebagai daerah pertokoan kain dan tukang jahit. Di musium, aku juga mengamati lantai satu yang dijadikan toko tukang jahit pada jam kerja --dan tempat tidur pada malam hari.
Senang bisa melihat musium yang secara jujur mencoba memajang sesuatu apa adanya. Konteks sejarah juga dibuat transparan. Aku rasakan hal sama dengan Penang Heritage Walk dimana turis diajak mengelilingi kota Penang serta melihat bangunan demi bangunan, lengkap dengan keterangan historis masing-masing. Aku juga pernah mengamati rumah-rumah dengan lingkaran biru di London. Artinya, lingkaran biru menerangkan siapa dan apa yang pernah terjadi pada bangunan tersebut. Aku membeli buku, beberapa souvenir dan maket Chinatown shophouse. Aku kira penting untuk Jakarta buat membuat label-label macam begini. Aku memutuskan makan siang bubur ikan asin, di kedai persis sebelah musium-cum-ruko tersebut.
No comments:
Post a Comment