Pelatihan usai, kami pergi naik sampan di Sungai Kapuas, menyeberang dari pelabuhan Senghi ke daerah Beting guna melihat Masjid Jami' dan keraton Kadriah.
-- Foto-foto oleh Jessica Wuysang
Selama seminggu aku pergi melatih sebuah kelas penulisan narasi di Pontianak. Tribune Institute, sebuah NGO Pontianak, mengorganisasikan acara ini di Hotel Peony, Jalan Gajah Mada. Ada tiga orang dari Bonn, Jerman, juga ikutan. Jadinya, isi kelas beragam. Ada Melayu, Dayak, Tionghoa, Jerman maupun Flores.
Kelas ini diadakan dari 10 November hingga 14 November. Aku mengajar tunggal guna menghemat ongkos. Setiap sore, sesudah mengajar, rasanya badan remuk semua. Aku biasanya mencoba istirahat sebentar, mungkin satu jam. Lalu petang hari, aku gunakan untuk bertemu kenalan lama atau keluarga. Isteriku, Sapariah, orang Madura asli kelahiran Pontianak. Mertua dan ipar aku maupun keluarga besarnya tinggal di Pontianak. Jadi, cukup banyak yang harus ditemui.
Mereka mengadakan pelatihan ini sesudah membaca liputan aku Panasnya Pontianak, Panasnya Politik. Naskah itu tampaknya sempat dibicarakan banyak orang di Pontianak. Secara pribadi, aku merasa perang antar etnik di Kalimantan adalah bahan liputan penting. Sejak 1967, ketika ribuan orang Tionghoa dibantai oleh kekuatan Dayak dengan provokasi tentara Indonesia, kekerasan sudah menjadi bahasa sehari-hari di Kalimantan Barat. Pada 1997 dan 2000, puak Dayak dan Melayu masing-masing melakukan pemberishan orang Madura di daerah Sanggau Ledo dan Sambas.
Kamis, 14 November, guna menutup pelatihan ini, kami menuju Pelabuhan Senghi dan mejeng bareng. Kalau Anda perhatikan, di seberang Sungai Kapuas, terlihat keraton Kadriah. Ini keraton dari kesultanan Pontianak. Setiap kali berkunjung ke Pontianak, aku selalu menyempatkan diri melihat-lihat keraton ini. Kesultanan Pontianak didirikan penjelajah keturunan Hadramaut, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Dia membangun keraton Kadriah pada tahun 1771.
Aku senang melihat antusiasme di kalangan wartawan Pontianak. Nur Iskandar dari Borneo Tribune menulis pelatihan ini di suratkabarnya. Nur Iskandar, Alexander Mering serta beberapa wartawan lain pernah mengikuti kursus ini di Jakarta. Mereka juga ramai-ramai bikin blog. Aku kira multiplier effect dari kursus ini cukup besar di Pontianak. Mungkin perlu dipikirkan membuat acara serupa di Singkawang, Ketapang dan Kapuas Hulu.
Related Links
Laptop in Memoriam oleh Alexander A. Mering
Jurnalisme Sastrawi oleh Budi Miank
Catatan Harian Pelatihan Narative Reporting oleh Johan Wahyudi
Narative Reporting untuk Pontianak oleh Nur Iskandar
"Sripta Manen Verba Volent" oleh Nur Iskandar
Narative Reporting untuk Pontianak (2) oleh Nur Iskandar
"Hati-hati Ini Daerah Perang" oleh Yusriadi
2 comments:
Mas Andreas! Saya senang bisa melihat ketiga mahasiswa saya ikut mejeng dan diikutsertakan dalam pelatihan narasi ini.
Salam dari Bonn,
-Yanti Mirdayanti-
wah keren juga tuh cerita...
oia maen2 k blogq juga ya...
www.pepekku.blogspot.com
Post a Comment