Jakarta, 11 Maret 2008
Kepada Yth.
Hakim Mediasi
Dalam Perkara Perdata
No.382/Pdt/P/2007/PN.Jak.Sel
Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Jalan Ampera Raya No. 133
Jakarta Selatan
Perihal: Tanggapan Pemohon
Dengan hormat,
Merujuk kepada mediasi pada tanggal 05 Maret 2008, maka bersama ini kami sampaikan tanggapan sebagai berikut:
1. Bahwa Pemohon, mohon kepada Hakim Mediasi untuk memberikan hak pengasuhan atas anaknya, Norman Harsono, kepada Pemohon. Dasarnya, Norman sendiri ingin pengasuhan penuh ada pada Pemohon. Norman berhak mengunjungi Termohon kapan pun Norman mau. Pemohon tidak ingin konsep joint custody diteruskan, seperti pada perjanjian Desember 2003, karena Termohon sering melanggar kesepakatan itu dan kaku dalam penerapannya;
2. Bahwa berdasarkan keinginan tersebut, Pemohon mohon bila Norman ingin berkunjung ke rumah Termohon, Norman ingin Pemohon yang mengantar Norman ke rumah Termohon dan sebaliknya, Norman juga ingin Pemohon, yang menjemput Norman dari tempat Termohon. "You can be trusted," kata Norman;
3. Bahwa hal ini timbul karena kekakuan Termohon dalam menerapkan perjanjian 2003 tersebut, sehingga joint custody itu justru membuat anak tidak mendapatkan kenyamanan, keamanan, kesenangan, serta terjaga kesehatan dan kebahagiaannya. Termohon menghitung begitu ketat dalam hal pergantian waktu dan tempat bagi Norman, sehingga karena terlambat satu atau dua jam, Termohon bisa menggunakan kata-kata kasar dan pernah menggunakan jasa polisi untuk membawa Norman kembali ke tempat Termohon ketika Norman ingin memperpanjang semalam. Jika Norman terlambat datang ke tempat Termohon, Norman dan Pemohon dianggap melanggar perjanjian dan tidak disiplin. Artinya Termohon telah sangat salah dalam mengartikan “disiplin” untuk anak yang berakibat tidak baik agi perkembangan jiwa dan atau tumbuh kembang Norman ke depannya dan oleh karenanya Pemohon mohon kepada Hakim Mediasi dapat mengesampingkan perjanjian tersebut;
4. Bahwa perihal pemikiran Hakim Mediasi, yang pada pokoknya menyatakan agar memberikan kebebasan kepada Norman untuk memilih lebih lama tinggal dimana, Pemohon sepakat dengan pendapat Hakim tersebut akan tetapi Pemohon mohon agar hak pengasuhan sepenuhnya dapat diberikan kepada Pemohon. Pertimbangannya, sejak perjanjian 2003, Norman tinggal menelepon Pemohon guna memberitahu bila Norman ingin tinggal di tempat Termohon lebih lama. Pemohon selalu terbuka terhadap permintaan Norman dan tidak pernah tidak menyetujui permintaan Norman;
5. Bahwa perihal pernyataan–pernyataan Termohon yang disampaikan kepada Hakim Mediasi pada proses Mediasi tertanggal 05 Maret 2008, Pemohon mohon kepada Hakim Mediasi untuk dapat mengesampingkannya karena hal itu telah dipertimbangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.488/Pdt.G/2003/PN.Jak.Sel. Namun Pemohon merasa perlu menyampaikan sekali lagi demi pertimbangan Hakim Mediasi hal–hal sebagai berikut:
➢ Perihal kekakuan Termohon memberlakukan pergantian jam pindah. Pada hari Sabtu, 27 Oktober 2007, Norman beberapa kali mengatakan kepada Termohon via telepon bahwa Norman ingin tinggal bersama Pemohon semalam lebih lama. Norman bilang, sesuai janji pertukaran waktu tinggal selama liburan, Norman bisa tinggal di apartemen Senayan, bersama Pemohon, hingga Minggu siang. Liburan Lebaran kemarin, Norman tinggal bersama Termohon terus-menerus. Termohon bersikeras Norman pergi ke tempatnya di Bintaro. Norman tetap mengatakan tidak mau. Ada beberapa rekan kerja Pemohon menyaksikan bagaimana Norman akhirnya menolak menerima telepon Termohon mengingat perintah dilakukan termohon terus-menerus.
Malamnya, ketika Norman pergi makan malam bersama Pemohon, Termohon datang ke Senayan, dan ditemui oleh Sapariah Saturi, isteri Pemohon, serta ibunya, yang kebetulan sedang berkunjung dari Pontianak. Sapariah mempersilahkan Termohon duduk. Termohon lantas menelepon Pemohon dan minta Norman dibawa ke Senayan. Suaranya kasar sekali. Ketika Norman mendengar permintaan itu, Norman mengatakan, “Papa, she gets on my nerves.” Norman menangis dan tetap menolak menemui Termohon. Termohon menelepon Pemohon, “Kalau kamu nggak bawa Norman ke sini, aku panggil polisi. Ini keputusan pengadilan. Kamu jangan serakah. Kamu pakai otakmu!”
Sapariah menyaksikan Termohon meninggalkan apartemen dan kembali bersama seorang polisi. Di depan polisi, Termohon menelepon Pemohon dan minta Pemohon membawa Norman ke Senayan “sekarang juga.” Di gedung Sarinah, ketika mendengar Termohon membawa polisi, Norman menangis dan lari ke lantai bawah, guna menghindar dari kemungkinan Pemohon memberikan telepon kepadanya. Jelas Norman merasa tertekan. Sesudah dibujuk, akhirnya Norman mengatakan sendiri kepada si polisi, via telepon, dia tak mau menemui Termohon.
Polisi mengatakan pada Sapariah bahwa dia menemani Termohon sebagai tindakan “pengamanan” saja. Pemohon menelepon Susilahati dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia soal didatangkannya polisi oleh Termohon. Susilahati memberi nomor telepon Ajun Komisaris Besar Ahmad Rivai, Kepala Satuan Remaja, Anak dan Wanita Kepolisian Jakarta. Singkatnya, Susilahati dan Rivai mengatakan polisi tak berhak membantu penjemputan anak dalam sengketa begini.
Bahwa Termohon membawa polisi dengan alasan “demi keamanan” Termohon bukan alasan yang tepat. Pemohon tidak ada di apartemen. Buat siapakah “keamanan” itu disediakan? Buat Sapariah? Tidak ada alasan Termohon takut Pemohon melakukan kekerasan. Pemohon justru menemani Norman menghindar dari Termohon. Dibawanya polisi justru menciptakan ketakutan terhadap diri Norman. Pemohon melihat sendiri bagaimana Norman menangis, lari dan merasa takut.
➢ Perihal alasan Termohon bahwa Pemohon pernah memukulnya di Cambridge, Amerika Serikat, Pemohon mohon Hakim Mediasi mempelajari berkas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.488/Pdt.G/2003/PN.Jak.Sel serta membaca kliping harian Harvard Crimson, 12 Januari 2000, berjudul “Dunster Evicts Tutor.” Dunster adalah sebuah gedung asrama di Universitas Harvard dimana Pemohon bertugas sebagai seorang tutor ketika belajar jurnalisme di Harvard.
Saat kejadian, Pemohon sendiri yang menelepon polisi dan minta ditangkap. Pemohon ditahan semalam dan mengakui kesalahannya melakukan kekerasan rumah tangga. Pemohon dihukum hukuman percobaan enam bulan oleh pengadilan Cambridge. Bill Kovach, kurator Nieman Foundation dari Universitas Harvard, yang mengampu Pemohon, mengatakan kepada Harvard Crimson, “If you had to pick out one type of person, you'd never think Andreas. We feel pretty confident that this was an isolated incident." Pemohon bukan tipe orang yang suka melakukan kekerasan. Kovach juga bukan orang sembarangan. Kovach pernah jadi kepala biro harian The New York Times di Washington DC. Kovach dikenal sebagai orang yang punya integritas utuh. Goenawan Mohamad dari majalah Tempo mengatakan Kovach “susah dicari kesalahannya.” Kovach sering disebut sebagai "hati nurani" jurnalisme di Amerika Serikat. Dia juga orang yang tak segan mengeluarkan Pemohon dari Harvard bila Pemohon dinilainya cenderung mengulangi kesalahan itu. Kovach dan Pengadilan Cambridge menganggap masalah itu sudah selesai dengan Pemohon dihukum enam bulan percobaan.
Perihal penjualan rumah Pondok Indah dimana Termohon bilang hasilnya sudah dibagi persis 50:50 berdasarkan "harga NGOP." Ini juga akrobat fakta yang dilakukan oleh Termohon. Dalam perjanjian penyerahan rumah, dengan akte notaris, tersurat dinyatakan bahwa Pemohon telah menjual rumah tersebut dengan “harga di bawah pasar." Dahulu Termohon mengatakan bahwa Pemohon adalah lelaki yang baik sekali karena menyerahkan rumah kepada Termohon. Kini Termohon mengatakan rumah itu dibagi 50:50;
Berdasarkan hal tersebut, maka Pemohon menyatakan pendapatnya sebagai berikut:
1. Bahwa Pemohon tetap pada gugatannya;
2. Bahwa Pemohon menyatakan agar Hak Pengasuhan sepenuhnya diberikan kepada Pemohon dengan tidak mengurangi kekebasan Norman untuk menentukan setiap saat dimana Norman lebih lama untuk tinggal sehari-harinya;
3. Bahwa Pemohon tidak yakin Termohon dapat menjalankan joint custody tersebut dengan sebenar-benarnya karena Termohon sangat kaku dalam melakukan penerapannya;
Demikian pendapat ini kami sampaikan, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon tsb.
Heppy Sebayang, SH. Fredi K. Simanungkalit, SH.
Heppy Sebayang, SH. Fredi K. Simanungkalit, SH.
No comments:
Post a Comment