Tuesday, March 18, 2008
Mediasi Tak Menemui Sepakat
Pagi ini, mediasi memasuki pertemuan terakhir. Kedua belah pihak datang ke kantor Hakim Suharto. Dia bertanya apa ada “tawaran menarik” yang bisa diterima Pemohon? Desmayani Setianingsih, pengacara Retno Wardani, menyerahkan proposal tiga halaman. Suharto membaca dan menyimpulkan proposal itu intinya kembali kepada keputusan 2003 dimana Norman tinggal lima hari dengan Retno, dua hari dengan aku, serta semua pembiayaan ditanggung aku (pendidikan, kesehatan, pemeliharaan).
Fredi Simanungkalit, pengacara dari pihak aku selaku Pemohon, mengatakan posisi kami adalah pengasuhan diubah. Simanungkalit sudah menyerahkan proposal kami seminggu sebelumnya. Simanungkalit menekankan Norman sendiri memilih tinggal dengan papanya.
Suharto menyimpulkan mediasi tak bisa membuat kedua belah pihak akur. Kasus ini dikembalikan ke Hakim Artha Theresia Silalahi.
Kami pindah meja dan menunggu sejenak. Panitra Dimyati mengatur posisi duduk. Hakim Silalahi menerima kami di mejanya. Dia usul agar kasus ini dijadikan gugatan perdata. Namun dia menekankan kalau tetap mau permohonan, pengadilan juga tak bisa menolak.
Silalahi berpendapat disini ada sengketa. “Ada perbedaan pendapat kan?” tanyanya. Heppy Sebayang, pengacara pihak aku, mengatakan "permohonan" sesuai dengan UU Perlindungan Anak. Silalahi mempersilahkan kami berpikir dulu. Sidang akan dilanjutkan Selasa depan.
Ketika pulang dari pengadilan, aku lagi bekerja di apartemen ketika Norman menelepon aku dan bilang ada titipan dari Ms. Saraswathi Suresh, guru kelasnya. Suresh minta tolong aku mengerjakan undangan buat pertunjukan kelas enam Gandhi Memorial International School di Gedung Kesenian Jakarta. Aku bilang titip saja pada sopir Ardian Huzaeni. Norman langsung saja ke Bintaro.
Norman tidak mau. Dia bilang mau ke apartemen. Dia mau ikut mengerjakan pencetakan materi undangan. Aku kira Norman lagi sebel dengan Retno. Aku membaca buku buat persiapan bikin silabus baru di Yayasan Pantau.
Sesampainya di apartemen, Norman ternyata langsung tidur. Dia pasti kecapekan. Padahal Ardian masih menunggu di halaman parkir buat mengantar Norman ke Bintaro. Aduh, bakal ramai pula nih! Aku tahu setiap kali Norman pergi ke apartemen, Retno selalu menjadikannya masalah besar. Aku segera kirim SMS ke pengacara Simanungkalit maupun Sebayang serta Desmayani.
Dugaan aku benar. Sekitar pukul 17:00, Retno Wardani menelepon dan tanya kenapa Norman tidak diantar ke Bintaro? Aku bilang ada pekerjaan sekolah. Retno mengumpat dan minta bicara dengan Norman, “Jangan seenaknya sendiri ya.” Sri Maryani, pengasuh Norman, mendengar umpatan itu. Aku bilang Norman masih tidur. Aku minta Retno bicara dengan Desmayani atau Simanungkalit.
Norman baru bangun pukul 18:00. Kami segera menuju toko percetakan Subur di Jl. Wolter Monginsidi. Ternyata Subur tak bisa membuka USB bawaan Norman. Kami pindah ke Snapy. Disini bisa dicetak dengan program Word Publisher. Norman senang melihat hasilnya. Ada gambar Robin Hood serta undangan ukuran folio.
Ada beberapa bahan kerajinan tangan yang juga masih harus dibeli. Kami pergi ke Senayan City dan beli kartun, isolasi dan sebagainya. Kami sempat bertemu Ria Latifah, seorang pengacara anak, yang kebetulan tetangga kami. Dia tanya bagaimana perkembangan Norman? Kami bicara sebentar. Kami tiba di apartemen pukul 21:30. Terlalu larut bagi Norman untuk pergi ke Bintaro. Dia tinggal disini.
No comments:
Post a Comment