Washington DC
Dua minggu yang lalu ada teman di kantor yang berkata bahwa dia harus pulang lebih sore karena holiday esok harinya. “Holiday apa?” saya tanya.
“Valentine's Day!” dia membalas. Saya tertawa. Teman saya, Kimberly (atau Kim), punya dua anak yang masih bersekolah SD. Dua-duanya anak perempuan dan Kim harus pulang lebih awal supaya bisa membantu membuat kartu, kue, dan persiapan lain untuk pesta Valentine di sekolah.
Kim adalah salah satu bintang di Department Media and Public Affairs kami. Dia sangat pintar dan sangat baik hati juga. Dulu dia mendapatkan PhD-nya di department Ilmu Politik di Universitas Michigan, dan menulis tentang media dan opini publik. Bagi Kim ada tantangan menyeimbangkan urusan pekerjaan dengan urusan rumah, tetapi dua-duanya dilakukan dengan baik. Dua anaknya, Elly dan Willa, sangat pintar seperti ibunya.
Untuk anak SD di Amerika, Valentine's Day adalah salah satu holiday yang cukup besar dan penting. Biasanya anak-anak membuat kartu untuk para siswa lain. Kartu Valentine untuk anak-anak sekolah bisa dibeli dalam paket (24 atu 30), atau bisa dibuat sendiri. Di sekolah ada pesta dan semua murid saling menukar kartu Valentine. Tidak ada pesan pribadi, cuma nama si pengirim. Biasanya para ibu membuat kue Valentine -- tentu saja dengan icing merah muda -- untuk pesta sekolah itu.
Saya masih ingat Valentine's Day waktu saya kecil. Ibu membelikan paket yang terdiri dari kertas merah, doilies (semacam renda kertas putih), glitter, dan hearts dibuat dari kertas emas dan perak. Dengan gunting dan lem, saya membuat kartu untuk teman-teman sekolah, ayah, ibu, dan adik saya. Juga saya kirim lewat pos kepada paman dan bibi.
Saya juga mendapat kartu dari ayah dan ibu. Ada permen istimewa berbentuk hati, dengan tulisan Be Mine, Be My Valentine, dan sebagainya. Permen itu manis sekali (kebanyakan isinya gula!) tetapi sangat disukai anak-anak. Biasanya ayah memberi bunga-bunga atau cokelat kepada ibu. Ada kotak cokelat namanya Whitman's sampler, dengan banyak macamnya di dalam. Ibu selalu membagi cokelat itu dengan kami sesudah makan malam sebagai dessert.
Biasanya sesudah anak-anak masuk SMP, perayaan resmi Valentine's Day berhenti. Kadang-kadang seorang laki-laki atau perempuan secara individu memberi Valentine kepada teman sekolah, atau seorang akan mendapatkan Valentine dari pengagum gelap. Saya tidak pernah mendapatkan Valentine seperti itu, tetapi setiap tahun ada kartu Valentine dari ayah dan ibu.
Kemarin, waktu saya membaca bahwa Majelis Ulama Indonesia melarang perayaan Valentine's Day, saya merasa sedih. Mungkin mereka tidak sungguh-sungguh mengerti artinya Valentine's Day.
Valentines Day tidak terkait dengan agama sama sekali. Ada kesempatan untuk memberi ucapan cinta atau kasih sayang kepada orang lain. Teman saya Kim, misalnya, membawa kue untuk teman-teman di departemen kami! Lucu juga melihat puluhan dosen makan heart-shaped cookies dengan icing merah yang dibuat untuk anak-anaknya.
Seumur hidup, ibu saya mengirim kartu Valentine kepada saya. Saya masih menyimpan salah satu yang dikirim dua tahun yang lalu. Tertulis “Selamat hari Valentine, semoga hatimu akan berbahagia hari ini dan selalu. Lots of love, Mother.”
Kali ini ini saya merasa sedih. Saya tahu tidak ada Valentine yang akan datang dari ibu, karena dia meninggal tiga bulan yang lalu. Tetapi tahun ini ada kejutan --ada email dari seorang teman lama. Ternyata dia menduga bahwa saya akan merasa sedih. Dia menulis “Happy Valentine's Day! Saya kira kamu tidak terlalu sentimental, tetapi hey, hari ini adalah Valentine's Day, dan kamu seorang yang sangat istimewa dalam kehidupan saya. Itulah dia!”
Saya sangat terharu.
Mungkin sebuah Valentine seperti itu yang tidak diduga-duga ada yang paling enak diterima. Salam hangat dan sampai minggu depan.
***
Janet Steele adalah dosen George Washington University, Washington DC. Dia menulis kolom rutin Email dari Amerika pada 2007-2011 di harian Surya, Surabaya. Steele juga menulis buku sejarah majalah Tempo Wars Within: The Story of Tempo an Independent Magazine in Soeharto's Indonesia. Buku tsb sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Steele lancar menulis dalam Bahasa Indonesia, biasa mengajar kursus menulis di Yayasan Pantau, setiap tahun, sejak tahun 2001.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.