Norman kehilangan banyak waktu untuk istirahat, belajar dan bermain. Sang ibu, Retno Wardani, kesulitan uang. Retno tak bekerja tetap sejak Januari 2007. Dia tak sanggup bertahan di Pondok Indah tanpa pendapatan tetap. Dia mengontrakkan rumah Jl. Pinang Perak, Pondok Indah, Rp 40 juta setahun agar bisa tetap bertahan. Rencananya, setahun kontrak namun belakangan jadi dua tahun.
Agustus itu, saya usul agar Norman tinggal bersama saya di apartemen kami di Senayan. Jaraknya relatif lebih dekat ke sekolah, hanya 20 menit. Norman juga ingin tinggal di Senayan. Dia merasa jengah dengan ibunya dengan beberapa alasan lain.
Pilihan tinggal di Senayan akan membuat semua persoalan jadi praktis. Jarak sekolah dekat. Biaya transportasi murah dengan bus sekolah.
Di Bintaro, harus pakai mobil pribadi karena bus sekolah tak mau menjemput. Norman juga bisa menengok Retno kapan pun Norman mau. Retno menolak. Retno bahkan menggunakan polisi ketika Norman tak mau meninggalkan Senayan. Dia sering memaki, menyodok kepala serta melukai perasaan Norman.
Kami terpaksa melaporkan Retno ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Retno dipanggil tiga kali namun tak pernah datang.
Pada Desember 2007, panggilan keempat, sesudah dibujuk orang Komisi Perlindungan Anak, Retno menyatakan bersedia datang.
Pada detik terakhir dia juga tidak datang. Retno selalu beralasan ketika kami bercerai Desember 2003, pengadilan Jakarta Selatan memutuskan pengasuhan bersama, lima hari Norman tinggal dengan Retno, dua hari dengan saya. Saya menanggung semua biaya pendidikan, kesehatan dan pertumbuhan Norman.
Saya senantiasa membayar kebutuhan Norman.
Tapi perjanjian itu sudah tak sesuai dengan keadaan sekarang. Norman makin besar. Dia merasa tak nyaman tinggal di Bintaro. Ini belum lagi soal asma, pelajaran, tanggungjawab, kecelakaan dan sebagainya.
Retno merasa punya persoalan dengan perceraian kami. Dia ratusan kali mengatakan pada Norman dia "balas dendam" terhadap papanya Norman. Retno tak tahu bahwa kebenciannya juga mengenai Norman, darah dagingnya sendiri.
Kini kami berjuang untuk Norman mendapatkan hak-haknya sebagai anak, yang bisa tumbuh dengan nyaman, tanpa rasa takut, tanpa jadi alat penyaluran dendam ibunya. Kronologi ini saya buat, dan senantiasa saya update, agar memudahkan siapa pun yang ingin mengikuti perkembangan masalah ini. Norman hanya satu dari jutaan anak di Indonesia yang dicelakakan oleh orang-orang terdekatnya sendiri.
Parents Fear for Their Childrens Milk - 3 March 1998
Letter from Norman - 10 July 2004
Penyu, Sukamade dan Meru Betiri - June 2005
Norman's First Text Message - October 2005
Singapura dan Norman - October 2005
Norman Birthday Party - 26 January 2006
Kepulauan Wakatobi - May 2006
Sebentuk Cinta yang Tak Tergantikan oleh Linda Christanty
Surat dari Ende oleh Esti Wahyuni
Norman's Birthday at School - 26 January 2007
Norman Operasi Mata - May 2007
"Jangan Seenak Jidatmu Sendiri!" - 13 March 2007
Norman Menjelang Perceraian - 28 April 2007
Asthma Cases on the Rise Among Children - 31 July 2007
Surat untuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia - 20 August 2007
Kronologi Hak Pengasuhan Norman Harsono - 20 August 2007
Norman Akan Dipindah ke Bintaro - 21 August 2007
Norman Bertemu Komisi Perlindungan Anak 26 August 2007
Norman Akhirnya Dipindah ke Bintaro - 28 August 2007
Dokter Andreas Liando di Siloam Gleneagles August 2007
20 Menit Senayan-Kemayoran August 2007
Transportasi Norman Rp 4.5 Juta Sebulan - 2 September 2007
Kemayoran-Bintaro 64 Kilometer - 3 September 2007
Susilahati dari Komisi Anak - 6 September 2007
Retno Menolak Mediasi KPAI - 26 September 2007
Norman Kurang Istirahat - 28 September 2007
Superhero Norman - 29 September 2007
Mobil Norman Serempetan - 4 October 2007
Pertemuan Ketiga dengan Komisi Anak - 8 October 2007
Catatan Liburan Lebaran - 20 October 2007
Retno Bawa Polisi Untuk Ambil Norman - 29 October 2007
Janji Games, Janji Kosong - 29 October 2007
Closure dan Perceraian - oleh Janti Wignjopranoto
Retno Menudung Pembohong - 11 November 2007
Messages from Norman - 14 November 2007
Food Monster Cards - 29 November 2007
Perkembangan Saga Norman - 30 November 2007
Retno Menolak Panggilan Keempat - 6 December 2007
Norman's Letter to Children Commission - 31 December 2007
SMS dari Norman - 5 January 2008
Norman Got Tattos - 11 January 2008
Harry Potter di Bangkok - 20 January 2008
Menunggu di Airport Bangkok - 22 January 2008
Sidang Pengadilan Hak Asuh Norman - 23 January 2008
Sidang Kedua, Retno Tak Datang Lagi - 5 February 2008
Sidang Ketiga, Retno Kirim Lawyer - 26 February 2008
Yani Mundur Norman Panik - 28 February 2008
Sidang Keempat, Retno Akhirnya Muncul - 4 March 2008
Seragam Lusuh, Daki Hitam - 5 March 2008
Sidang Kelima, Retno Belum Siap, Mediasi Ditunda - 11 March 2008
Sidang Keenam, Mediasi Tak Menemui Sepakat - 18 March 2008
Norman Memutuskan Tinggal di Senayan - 24 March 2008
Sidang Ketujuh, Norman Menemui Hakim - 25 March 2008
Norman Menegaskan soal Tempat Tinggal - 2 April 2008
6 comments:
Mas Andreas salam kenal,
Keponakan saya yg paling besar (perempuan usia 12 tahun sekarang) adalah korban perceraian kedua orang tuanya. Dia ikut ibunya (adik saya) karena sang ayah yg WN Singapura itu tidak punya pekerjaan tetap. Beruntung karena kegigihan adik saya, dia berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan Jepang yg cukup ternama, sehingga dia bisa mencukupi kebutuhan sandang dan pangan puteri yg sangat dicintainya ini.
Lucunya meskipun si ayah tidak ikut membiayai anaknya, dia merasa punya hak untuk mengasuh anaknya juga. Padahal kalau si anak kesana, dia lebih banyak tidak di rumah, anak bingung menghadapi nenek yg tidak ramah, akhirnya ponakan saya, L, menjadi pemarah dan cepat tersinggung. L seperti memiliki dua kepribadian. Dia bisa sangat menyenangkan dan membuat ibunya tidak merasa lelah meski seharian bekerja di kantor maupun mengurus rumah dan anaknya. Disisi lain L memiliki kepribadian yg mengesalkan, tidak bisa diberitahu dan akhir2 ini lebih keras kepala.
Dalam kasus seperti yg Mas Andreas dan adik saya hadapi, yg menjadi korban adalah anak. Apakah kita betul atau salah, secara tidak langsung mindset anak terbentuk pada rasa suka (terlindungi) dan tidak suka (tidak nyaman) yg cukup lebar. Ponakan saya malah masih menyimpan boneka yg sudah lusuh dan hampir putus lehernya (Mr. Hippo), karena boneka tersebut mungkin satu2nya benda yg mengingatkan dia ketika anak, ayah dan ibu masih komplit.
Mudah2an Norman kuat menghadapi ini semua dan tidak menjadi ajang perebutan atau balas dendam yg tidak berkesudahan. Pada akhirnya kita harus berfikir, anak bukanlah miniature orang dewasa yg bisa memilah-milah mana yg bisa dipercaya mana yg tidak. Anak bagaimanapun semestinya tidak dibebani oleh persoalan orang dewasa karena dunia mereka yg indah itu sangatlah singkat waktunya, sebelum mereka beranjak dewasa.
Mas Andreas,
Saya setuju dengan mbak Elyani, semoga Norman bisa tough menghadapi semua ini dan bisa mendapatkan penyelesaian yang terbaik buat dia dan orang2 terkasihnya.
Bukannya mau ikut campur urusan orang, tapi untuk anak2 yang berangkat sekolah dengan jarak tempuh begitu jauh PI ke Kemayoran, memang melelahkan dan efek ke konsentrasi anak. Drpd berantem, mending cari solusi, ya mungkin ibunya yang move closer to norman's school. Toh di kmyrn jg sekarang banyak apt yang bisa beliau sewa dari rental rumah di PI. Kecuali Norman memang ga nyaman dg ibunya. Halaaah....cape deeeh....
saya produk dari arogansi dan egoisme orang tua yang bercerai, saya dan tiga adik saya tidak memilih mama saya untuk dihidupi, mama juga terpaksa memilih menghidupi kami setelah berulangkali menyerahkan kami ke papa saya tapi beliau menolak kami, kami tumbuh dalam kebencian dua orang tua yang saling berseteru, meski sepanjang hidup saya, selain melihat sendiri ''kejahatan'' papa saya, dan kebncian mama sya padanya yang begitu tebal, tapi saya menghormati mereka meski mereka mengabaikan menghormati hak saya dan tiga adik saya, saya tumbuh dan melewati segala duka sebagai anak, tapi itu menguatkan saya, dan semakin menghormati mama saya. tapi satu hal yg saya pelajari, apapun yg terjadi anak2 saya kelak tidak boleh menerima hidup seperti saya, saya kira Norman akan tumbuh sebagai lelaki yang tangguh mengahadapi hidup, biarkan saja mas itu jalan hidup dia, meski ego seorang ibu akan berbuat yang mungkin terbaik bagi sang anak, seperti mama saya...love untuk Norman.
Salam kenal mas Andreas,
Saya tidak sengaja sampai ke blog anda saat mencari informasi tentang Komisi Perlindungan Anak.
Saya membaca dan terus membaca kisah anda dan Norman. Rasanya kelu.
Saya sedang menghadapi masalah yang kurang lebih sama dengan anda.
Ketika anak memilih tinggal bersama saya, saya sering tidak berdaya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan. Dan kemudian saya lebih banyak diam.
Tapi membaca kisah anda, melihat tangisan anak-anak saya hari ini, saya sadar bahwa saya tidak boleh diam lagi. Kebahagiaan anak adalah nomor satu bagi saya. Kebahagiaan itu bukan hanya didapat dari materi. Kebahagiaan itu adalah rasa nyaman untuk anak-anak yang masih terlalu "bening" untuk mengenal kerumitan dunia dewasa.
Saya mengobrak-abrik blog ini untuk mencari contact info anda :) tapi tak berhasil. Facebooknya pun tak berhasil saya buka.
Semoga ada kelak ada kesempatan saya untuk mengenal anda dan tentunya Norman lebih baik.
Terus terang saya membutuhkan banyak teman dan diskusi sehat yang bisa membantu saya berpikir tenang dan jernih untuk mencari solusi terbaik bagi anak-anak saya.
Juga untuk menjaga hati saya supaya tetap bersih menghadapi orang yang pernah dekat namun kini sulit dimengerti. Biar bagaimana dia ayahn anak-anak saya :)
Wah, malah curhat :)
Terima kasih sekali lagi untuk sharingnya.
Salam untuk keluarga anda, dan pastinya Norman :)
rgds,
sary
Dear Sary,
Terima kasih untuk komentar Anda. Saya sengaja tak menaruh contact information saya disini karena saya sering mendapatkan SMS atau telepon yang isinya makan waktu bila diperhatikan. Juga Facebook saya, praktis dibuat tak mudah dicari.
Tapi kalau Anda bersedia meninggalkan alamat email lewat Comment ini, saya akan menghubungi Anda. Saya suka memperhatikan masalah perlindungan anak, dan belakangan dekat dengan seorang tokoh Komisi Perlindungan Anak Indonesia, yang justru mengeluh soal lembaganya pada saya. Terima kasih.
Post a Comment