Thursday, November 01, 2007
Closure dan Perceraian
Dear Mas Andreas,
Saya mulai membaca blog ini waktu libur Lebaran kemarin. Rasanya seperti mengenal sepenggal dari siapa Anda, secara profesional dan personal. Saya tak tahan untuk tak berkomentar, setelah sekian minggu membaca episode kehidupan Anda.
Latar belakang saya adalah psikologi. Saya bekerja di bagian SDM selama lebih dari 20 tahun, di berbagai perusahaan, dan juga berbagai negara. Saya berhadapan dengan manusia, dari berbagai lapisan, golongan, kelompok usia, day in day out.
Saya sangat berempati dengan kejadian yang menimpa Anda, Mbak Sapariah, Norman dan mantan isteri Anda, Mbak Retno. Bukan hal yang mudah untuk dijalani. Terutama bagi Norman.
Saya sendiri mempunyai dua anak laki-laki, usia 19 dan 16 tahun; dan tak pernah membayangkan bahwa anak laki-laki mempunyai “radar” sensitivitas yang sama tingginya dengan perempuan (saya membandingkan dengan diri saya sendiri tentunya). Ketika saya sedih kehilangan ayah saya, di kala saya marah, dan sedikit perubahan di air muka saya, maka anak-anak dapat langsung mendeteksi.
Tidak bisa saya membayangkan apa yang dialami oleh Norman secara beban psikologis; dan trauma atau pengaruh apa yang membekas nantinya di perjalanannya menjadi tumbuh dewasa. Yang pasti, pada saat ini, dia belum siap untuk menghadapi deraan psikologis seperti yang dialami. Baik dari sisi mantan istri Anda, maupun melihat kesedihan mendalam yang Anda jalani. Ini juga yang mempengaruhi Norman menjadi seorang anak yang cenderung introvert (dari apa yang saya baca) dan salah satu channeling reaksi fisiknya adalah asma yang diderita, atau menurunnya prestasi di sekolah.
Dan saya fikir hal ini tidak fair, menjadikan Norman sebagai “tumbal” atau punching bag yang tidak berdaya, dari kekesalan Mbak Retno dan kesedihan mendalam/rasa frustrasi Anda, langsung maupun tak langsung.
Yang terlintas dalam benak saya setelah membaca apa yang terjadi selama ini adalah bahwa belum adanya “closure” antara Anda dan mbak Retno. closure ini dalam artian penyelesaian perasaan, emosi antara Anda berdua; lebih dari sekedar pembagian harta, penentuan hak dan kewajiban, atau hal lain yang sifatnya memenuhi persyaratan hukum. Saya masih membaca rasa tak terima, rasa marah dan rasa ingin balas dendam atau “getting even” dari Mbak Retno. Meski di lain sisi, Anda berusaha sebaik mungkin untuk mencukupi dari apa yang diwajibkan.
Closure pertama berupa perceraian adalah sebuah milestone besar yang memberikan batasan antara status menikah dan tidak menikah. Tetapi yang terlibat di dalamnya adalah dua orang, yang selama enam tahun atau lebih, telah bergelut secara emosi, perasaan, perjalanan hidup bersama dsb.
Di pihak Anda sendiri, Anda menjadi sangat frustrasi, sangat helpless karena tak tahu harus berbuat apa, selain mencoba mengikuti apa yang sudah diputuskan di pengadilan, serta secara logika sehat apa yang harus dilakukan. Kenyataannya hal ini semua berada di luar logika sehat dan ticking the box dari apa yang sudah menjadi keputusan pengadilan.
Ada satu tingkatan emosi yang lebih dalam lagi dari Mbak Retno yang belum terselesaikan. Mungkin juga sama dari sisi Anda. Poin saya adalah, sebaiknya Anda dan Mbak Retno mencari closure melalui fasilitasi divorce/marriage counsellor yang dapat mengurai “undercurrent feelings” yang masih alive and kicking secara sadar dan bawah sadar.
Apabila “closure” ini tak segera tercapai, saya khawatir perilaku Mbak Retno akan semakin menjadi-jadi. Menjadi sangat irrasional, teror, histerikal dan membahayakan secara fisik dan mental pada dirinya, orang-orang yang secara alami seharusnya dicintainya, dan tentunya orang disekelilingnya.
Oleh sebab itu, mencapai suatu titik pemahaman pada diri Mbak Retno bahwa hubungan Anda berdua sudah berakhir, bahwa dia harus mampu untuk melepas Anda sebagai kekasih, suami, tumpuan emosi dan perasaannya. Bahwa anda adalah ayah anaknya, yang mempunyai tugas dan kewajiban yang sama besarnya dalam membesarkan Norman.
Yang terutama sekarang adalah memfokuskan pada “chapter” baru dalam hidupnya, membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang kepada Norman, serta memberikan yang terbaik agar bisa menjadi bagian dari “ingredient” nilai hidup Norman. Penting pula dipahami oleh Mbak Retno bahwa dia tetap dapat mengandalkan Anda menjadi partner dalam mendidik Norman, menjadi tempat bertanya atau kroscek, tetap menjadi separuh dari bagian tumbuh berkembangnya Norman.
Dalam episode terakhir baru saya baca bahwa pernah ada kasus Anda memukul Mbak Retno. Tentu saja ini menjadi tak dapat diterima apabila hanya dilihat secara fakta dan kasat mata. Yang tak dapat dilihat dan tak dapat dibuktikan adalah apa yang terjadi sebelum Anda sampai memukul Mbak Retno. Kemungkinan saja kalau melihat track record perilakunya secara konsisten, Anda menjadi kalap karena dia sudah menjadi begitu histerikal dan abusive secara verbal, sehingga sudah melampaui ambang batas nilai-nilai Anda sebagai individu. Menurut saya masih banyak tanda-tanya dan open-ended questions disini.
Penting pula untuk tetap mengingatkan dan memberikan pengertian kepada Norman, bahwa dirinya bukan menjadi penyebab berpisahnya Anda berdua. Bahwa ibu dan bapaknya tetap dan akan selalu mencintai dia. Bahwa ibu dan bapaknya sudah tak punya kecocokan lagi.
Bahwa ada perilaku ibunya, yang dirasa dan dialami kurang tepat, ini adalah letupan atau cetusan dalam rangka masa transisi yang terjadi pada diri ibunya. Bahwa masa transisi ini bersifat temporer dan satu saat akan membaik.
Kurang lebihnya begitu Mas, poin-poin yang ingin saya sampaikan. Sekali lagi, mohon maaf, apabila dianggap lancang atau sok mengomentari tanpa kenal atau tahu siapa Anda. You have got to stay strong!
All the best,
Janti Wignjopranoto
Catatan Ini mulanya berupa email kepada saya. Isinya, menarik. Saya minta izin dimuat dan diizinkan. (andreas harsono)
1 comment:
commentnya apa yaa ehmmmmmm lagu aja dehh dari Mr.Big [...]some one say every things is easy here i am with my hands up I'm waiting for u now... [...] [...]and I'm strong enough to walk on water, strong enough to cover out of the rain [...]
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.