Sunday, September 23, 2007
Makan Soto di Jakarta
Makanan apa yang paling aku inginkan bila agak lama berada di Eropa atau Amerika Utara? Jawabannya bisa macam-macam. Ketika tinggal di Cambridge, dekat Boston, setelah empat atau lima bulan, aku sangat ingin makan pete. Aku suka pete dipotong kecil-kecil, dioseng dengan daging ayam, juga kecil-kecil, bumbunya bawang putih dan merica. Cabenya juga harus pedas banget.
Aku ingat Norman berapi-api makan bubur ayam ketika pertama kali menemukan Chinese restaurant di di Boston. Dia bahkan bertempur rebutan untuk makan cakwe.
Kini dua minggu di Roma dan Napoli, dimana harga sekilo beras Thailand saja 1.5 Euro, atau Rp 20, maka makanan kebanyakan aku ya giliran antara roti, pizza, pasta atau mashed potato. Aku sih oke-oke saja. Jadi ingat argumentasi Thomas Friedman soal globalisasi dan selera makan. Makin global seseorang, makin banyak juga ragam seleranya.
Sapariah lebih rewel. Dia tak mau makan daging sapi, daging kambing. Bahkan makan ayam pun, yang dianggapnya masih sedikit berbulu, tak sebersih di Jakarta pembuluannya, membuatnya ragu makan ayam.
Di Roma, kami biasa "berbuka puasa" di sebuah doner kebab. Ini restoran kebab milik orang Mesir. Ada label "halal" tentunya. Tapi Sapariah juga hanya makan sayur-sayuran. Bayam, tomat, pizza dan buah-buahan macam anggur, pisang dan apel. Dia tak mau makan ayam di restoran ini.
Ketika kembali ke Jakarta, malam ini juga, aku jadi ingin makan soto. Maksudnya, mau makan soto Madura di Jl. Juanda, depan Bina Graha. Tapi sudah terlalu malam. Ia juga jauh dari rumah kami di Senayan. Maka Sapariah, Linda Christanty dan aku, pergi ke Soto Bangkong di Jl. Pakubuwono. Linda menginap di rumah kami selama tiga minggu terakhir.
Mungkin inilah selera makan. Aku sangat suka makan soto --juga oseng pete atau bubur ayam-- tapi juga makan risotto, pizza atau ravioli. Tapi ketika kelamaan di negeri orang, rasa kangen muncul juga terhadap soto.
Jadi ingatlah aku pada "Soempah Soto" dimana Soto Madura, Soto Kudus, Coto Makassar, Soto Betawi, Soto Babat, dan lain-lain bersumpah jadi "Soto Indonesia."
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.