Pembakaran buku yang sudah terjadi beberapa kali di beberapa kota adalah sebuah bentuk lain dari gerakan "anti peradaban" dan perlu dilawan. Membaca berita tentang pembakaran, aku jadi teringat saat Taliban menghancurkan patung-patung dan peninggalan kuno di Afghanistan.
Yang lebih tidak bisa dimengerti, dalam aksi pembakaran terlibat petugas atau pejabat Kejaksaan, Depdiknas dan Pemda setempat. Sudah jelas Depdiknas mengajarkan dengan contoh nyata,suatu bentuk kebiadaban -membakar hasil karya intelektual.
Semua demi kekuasaan, karena pemerintah atau pribadi "menteri penjilat" tidak menginginkan masyarakat tahu bahwa G-30-S bukan perbuatan PKI. Bagi penguasa: G-30-S/PKI harus dipertahankan demikian, kalau sebutan PKI dihapus, maka legitimasi kekuasaan mereka akan goyah.
Anda bisa melihat bahwa di tanah air kita masih banyak "penjilat" dari kelas kroco sampai seorang pejabat tinggi bergelar professor! Menyedihkan, namun itu adalah kenyataan!
-- Djoko Sri Moeljono
Djoko Sri Moeljono, seorang insinyur, sarjana muda tambang dari Institut Teknologi Bandung, master of science dari Institut Metalurgi Besi & Baja Moskwa (1964), direktur utama GRC PT Widjojo di Jakarta, mantan tapol G-30-S, yang meringkuk 13 tahun dalam tahanan, kini menyiapkan buku tentang kisah jadi tapol.
No comments:
Post a Comment