Sunday, July 29, 2007
Debat Sastra dan Pornografi
Selama beberapa bulan terakhir ini terjadi perdebatan antara orang yang protes soal maraknya pornografi di media kita versus orang yang membela kebebasan berekspresi. Salah satu debat menarik terjadi antara penyair Taufiq Ismail dan esais Hudan Hidayat.
Mulanya, Desember lalu, penyair Taufiq Ismail bikin pidato di Taman Ismal Marzuki, sekali lagi soal media, yang menurutnya membangkitkan syahwat. Taufiq, seorang yang pandai bikin retorika, memakai istilah FAK (fiksi alat kelamin) serta SMS (sastra mazhab selangkangan). Ini mengambil padanan suara dari kata bahasa Inggris "fuck," yang dibaca "fak" secara Melayu, artinya bersetubuh. Judulnya, Budaya Malu Dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka.
Hudan Hidayat menanggapi pidato ini dalam sebuah esai di harian Jawa Pos Minggu, 06 Mei 2007, Sastra yang Hendak Menjauh dari Tuhannya.
Taufiq Ismail menanggapinya lagi pada harian sama, Minggu, 17 Juni 2007 HH dan Gerakan Syahwat Merdeka. HH maksudnya Hudan Hidayat.
Hudan Hidayat menanggapinya lagi dalam Nabi tanpa Wahyu di harian Jawa Pos pada 1 Juli 2007. Saya kira ini perdebatan menarik. Linda Christanty, rekan saya dari Pantau, menganjurkan saya memuatnya dalam blog. Taufiq Ismail dan Hudan Hidayat memberikan izin saya menaruh perdebatan mereka disini.
Ternyata perdebatan ini tak berhenti disini. Hudan Hidayat dan tiga orang rekannya mengeluarkan Memo Indonesia di Taman Ismail Marzuki di Jakarta. Intinya, mereka menekankan tentang perlunya "toleransi atas keberagaman nilai" di mana warga bangsa-bangsa berbahagia atas keberbedaannya. "Setiap upaya atas dasar moral, nilai-nilai atau kekuasaan yang hendak membelenggunya adalah menghambat dan menjauhkan manusia dari kemajuan dan kebebasannya sendiri."
Pernyataan berbalas pernyataan. Di Serang, ketika berlangsung suatu pertemuan, Temu Komunitas Sastra se-Nusantara, 20-22 Juli 2007, dikeluarkan Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung. Pernyataan ini menyerang Komunitas Utan Kayu, yang salah satu anggotanya, novelis Ayu Utami, disebut oleh Taufiq Ismail. Uniknya, serangan ini dilakukan tanpa menyebut langsung nama Komunitas Utan Kayu. Ini memang bikin repot. Namun kalau baca-baca dari beberapa penerbitan yang jadi latar belakang pernyataan ini, tersurat bahwa sasaran serangan adalah Komunitas Utan Kayu.
Tanggapan Goenawan Mohamad, orang nomor satu Utan Kayu, muncul dalam suatu wawancara dengan Mediacare, sebuah mailing list. Goenawan tak menganggap Ode Kampung serius, "Saya kira kalau nanti mereka lebih dewasa, akan berubah cara menulisnya."
Selamat membaca!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.