Friday, January 12, 2007
Gambar Pesta Pontianak
Acara Pontianak terbagi dua. Pada Sabtu 6 Januari diadakan akad pernikahan di rumah Sapariah. Keesokan harinya, diadakan pesta pernikahan selama enam jam juga di rumah Sapariah. Kami inginnya bikin acara sederhana saja. Namun sedikit demi sedikit acara ini jadi besar juga.
Pada hari pertama, guna keperluan seserahan, saya berangkat dari rumah marga saya di daerah Gajah Mada Pontianak. Yayasan Raya Segar adalah rumah marga Ong. Rombongan ini membawa mas kawin serta perangkat lainnya. Saya ditemani Mama (memakai kacamata, baju warna kuning) serta wartawan-wartawan Pontianak. Asriyadi Alexander, wartawan Dayak yang memotret rombongan ini, mengatakan dia senang ikut kegiatan seserahan ini karena unik. Berangkatnya dari rumah marga Ong, rombongannya ada orang Madura, Melayu, Dayak, Jawa dan sebagainya. Para pengurus Yayasan Raya Segar ikut duduk dalam pose ini.
Sesudah akad nikah, Sapariah dirubung kawan-kawannya, diajak foto bareng, makan, menyanyi dan tertawa-tawa. Kebanyakan sesama wartawati Pontianak. Sapariah memakai gaun pengantin buatan Mama alias mertuanya. Mama bekerja keras menjahit batu demi batu ke baju calon menantunya ini.
Sapariah juga dibantu banyak oleh adiknya, Tursih (pakai kebaya biru), dan teman kecil mereka Partini (pakai pullover coklat). Duet Partini-Tursih inilah yang jadi motor pesta pernikahan di Pontianak. Partini juga orang Madura. Ayahnya, Abdul Hadi, seorang guru mengaji, yang dulu juga mengajar Sapariah dan Tursih. Orangnya rendah hati dan sederhana. Cicih (jilbab putih), adiknya Partini, juga membantu banyak pelaksanaan acara ini.
Pada hari kedua, kami menghitung setiap orang yang datang via buku tamu maupun perhitungan manual, ada sedikitnya 450 orang datang. Sapariah ganti baju dua kali, dua-duanya menggunakan batik Madura. Batik tulis hitam ini kami dapatkan dari toko Pesona Batik Madura, Bangkalan. Nama motifnya, Putri Cina. Kebaya dijahit oleh disainer Andrianto di Jakarta. Kami berusaha tampil dengan identitas Madura dan Cina. Ini penting mengingat pembunuhan besar-besaran orang Madura sejak 1997. Ini juga penting mengingat diskriminasi terhadap orang Cina di seluruh Indonesia sejak 1945. Menurut Iqbal Jayadi, seorang peneliti Universitas Indonesia, yang sedang mengerjakan thesis soal identitas di Pontianak, sejak 1997 simbol-simbol Madura menghilang di Pontianak. Tak ada lagi "sate Madura" atau "soto Madura." Iqbal datang ke pesta kami dan mengatakan lebih banyak simbol Melayu daripada Madura dan Cinanya. Aduh masih kurang!
No comments:
Post a Comment