Bukan Sekedar Kumpul, Makan dan Ngegosip
Nurul Hayat
PONTIANAK -- Berawal dari persamaan nasib, kebutuhan kerja dan semangat berbagi. Mungkin itulah yang membuat kami berkumpul dalam satu ikatan. Satu tongkrongan yang biasa kami sebut Gank Jomblo. Jomblo dalam bahasa gaul berarti orang yang belum punya pacar atau pasangan.
Gank Jomblo terdiri dari para wartawati di Pontianak. Mereka adalah Leavy, Yanti dan Evy Tanderi (Pontianak Post), Sapariah (Equator), Ansela Sarating (Radio Volare), Kristin Boekit (TVRI), Eva (radio Sonora), dan saya sendiri dari Antara. Namun anggota gank sesungguhnya tidak mereka saja. Terkadang ada juga Helen (mantan reporter Sonora). Ia sesekali bergabung, karena sibuk mengurus bisnis baru di bidang pendidikan sebagai guru privat.
Nama Gank Jomblo berawal dari pikiran Ansela Sarating, kami biasa memanggilnya Xela. Menurutnya, kalau kami kumpul selalu ramai. Bicara mengenai liputan seperti, ekonomi, politik, hukum dan kriminal, merupakan menu sehari-hari. Tak ketinggalan, dan ini juga menjadi menu pokok perempuan: gosip dan penampilan.
Gank Jomblo, menurut Xela, memiliki “induk” yaitu Wakil Gubernur Kalimantan Barat LH Kadir … juga jomblo. Xela menambah nama gank menjadi, “Jomblo Ijo Lumut" (hijau dan imut-imut, gitu lho..). Kalau Kadir memang jomblo tapi tidak hijau dan tidak imut.
Tak ada yang tahu pasti, kapan munculnya Gank Jomblo. Nama itu tiba-tiba muncul. Semua berawal dari ledekan sesama wartawati di Pontianak. Kebetulan dari kami, banyak yang belum punya pacar. Tak heran bila salah seorang teman, Sahat Oloan Saragih, wartawan Suara Pembaruan, menjanjikan, “Jika salah satu dari kalian bisa menikah tahun 2003, saya akan menyiapkan undangan pestanya.”
Kenyataannya, tidak ada satu pun dari kami menikah. Jadi sayembara itu, tentu saja, tak ada pemenangnya. Hehe…..resek banget, Sahat.
Ada yang khas dari Gank Jomblo. Kami selalu ber-SMS untuk ketemu makan siang. “Kumpul di Tjutjuk jam 12.00, teng ya…”
“Otre, menyusul….”
“Lagi di mana nich? Kok belum muncul?”
“On the way, sebentar lagi sampai ….”
Begitulah kira-kira bunyi SMS kami. Kenyataannya, pertemuan itu selalu ngaret, seolah menjadi tradisi. Tak heran bila kedelapan anggota gank tak bisa lengkap untuk kumpul. Biasanya yang paling sering telat adalah Ari, panggilan Sapariah. Dan dia juga yang kemudian memopulerkan istilah “on the way."
Alasan keterlambatan sederhana saja. “Mandi atau salat dulu, baru keluar rumah,” kata Ari. Akhirnya, kami pun terbiasa dengan alasannya dan tak begitu mempermasalahkan. Ari redaktur di harian Equator. Ia biasa pulang tengah malam bahkan hingga dinihari. Tak heran bila tidurnya pun sampai siang. Padahal dia tak ada kerjaan di rumah. Mencuci pakaian, masak dan membereskan rumah, sudah ada yang mengerjakan. Ya itu….mamaknya sendiri.
Berbeda dengan Ari, kami selalu berangkat pagi hari untuk liputan. Entah itu di kantor gubernur, gedung DPRD, atau mengikuti seminar di hotel. Ikut seminar berarti makan gratis. Asyik kan. Jika sudah jam makan siang dan tidak ada seminar, kami pun dengan cepat berangkat menuju kantin Bu Tjutjuk, di Jalan Halmahera.
Kantin itu tempat berkumpulnya banyak orang. Ada yang datang untuk makan siang. Sekedar ngopi sambil main catur. Ada juga yang hanya cuci mata. Penampilan pengunjung kantin beragam. Ada yang bersandal jepit, tapi banyak juga yang tampil modis dengan make up tebal dan berdasi.
Saya biasa nongkrong di kantin Bu Tjutjuk. Kebetulan saya tamatan SMA I yang bersebelahan dengan kantin. Situasi nongkrong semasa sekolah dan kerja tentu beda. Bila semasa sekolah harus bolos atau sehabis olah raga, baru bisa nongkrong. Saat kerja, nongkrong di kantin Bu Tjutjuk berarti cuci mata dan tukar informasi liputan.
Kalau lagi kumpul dan bicara masalah liputan ekonomi, Ari ibarat Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kristin seperti Wakil Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, dan Xela menjadi Menteri Perdagangan Mary Elka Pengestu. Kalau membahas masalah ekonomi, Ari dan Kristin jadi orang paling ramai. Saling debat tanpa peduli kiri dan kanan. Sedang lainnya, sesekali menimpali dengan canda.
Paling seru kalau bicara gosip. Apalagi kalau Yanti dan Kristin kumpul. Mereka seperti anjing dan kucing. Selalu saling ledek. Suasana kantin rasanya tambah hangat saja. Sesama anggota gank juga jadi bahan gosip. Misalnya, hari itu tak ada Kristin, maka kami menggosipkan dia. Begitu juga dengan yang lain. Orang yang tak hadir hari itu, akan menjadi bahan gosip terhangat.
Selain suka kumpul, Gank Jomblo juga sering liputan bareng ke luar kota. Suatu saat kami liputan soal tenaga kerja Indonesia di Kuching, Sarawak. Selain ada Ari, Xela, Helen, saya, juga ada Eka Sugiatmi (Pontianak Post).Lucunya, kami menginap di hotel murah. Bayarnya mesti patungan berlima untuk satu kamar. Kamarnya berada di lantai empat. Untuk sampai ke kamar, harus naik anak tangga terjal. Kalau habis liputan atau belanja di India Street, kami menentang bungkusan belanja yang besar-besar.
Ada dua orang punya kegemaran belanja: Ari dan Eka. Ari selalu membawa oleh-oleh buat keluarga atau temannya. Kemana pun liputan atau untuk suatu urusan, dia selalu membungkus oleh-oleh dalam plastik besar. Biasa disebut plastik kresek. Terkadang ia kerepotan membawanya. Tapi, Ari tak pernah merepotkan temannya. Dia selalu membawa bungkusannya sendiri. Ari tak pernah minta bantuan kami.
Pulang belanja sambil membawa plastik hitam, tentu saja, mengundang perhatian banyak orang. Pernah sekali waktu, ketika hendak menyeberang jalan di Kuching, seorang pengemudi mobil pick up membunyikan klakson menyapa kami.
“Wah, kita dikira TKI gara-gara bawa bungkusan plastik,” kata Helen.
Di Gank Jomblo, Ari dan Xela dikenal “pemabuk”. Kalau pergi naik mobil selalu pusing-pusing dan ingin muntah. Kami sering mencandainya, “Wah tidak punya bakat jadi orang kaya.”
Dengan kepindahan Ari ke Jakarta, kami tentu tidak bisa memastikan, apakah kebiasaan mabuknya masih berlangsung. Kalau masih, wah, kasihan sekali Ari. Tak bisa menikmati naik angkot, karena khawatir mabuk lagi… Ah, mabuk lagi… Kacian deh.
Di Gank Jomblo, Ari dan Leavy paling kompak. Kalau boncengan motor saat meliput, sepanjang jalan selalu bernyanyi. Lagunya macam-macam. Tentu saja, yang berbau pop anak muda.
Ari sering membujuk Leavy, kalau sedang merajuk. Levy gampang menangis, walaupun badannya paling besar. Sementara Ari, dikenal paling kuat. Saat ayahnya meninggal, ia kuat dan tidak menangis. Selain gemar menyanyi saat naik motor, mereka juga mahir ber-sms-an. Tanpa peduli lalu lintas dan kendaraan di sekitarnya. Tangan kanan memegang gas, tangan kiri memegang telepon genggam membalas sms.
Soal sms sambil pakai motor, Ari memang ahlinya. Saya mengakui ini. Pokoknya di Gank Jomblo, Ari jadi maskot. Banyak cerita lucu ketika bersamanya. Tapi Gank Jomblo ada pasang surutnya. Sejak kepindahan Xela ke Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, karena diterima menjadi PNS, disusul Ari pindah kerja ke Jakarta, dan Vhe lulus test PNS Pemda Kalbar, jumlah anggota gank pun semakin berkurang.
Satu persatu anggota gank memiliki pasangan hidup. Diawali pernikahan Vhe, lalu saya. Dalam waktu dekat, Ari dan Yanti juga menyusul. Kami pernah membuat foto bersama di studio. Mungkin hal itulah yang menjadi bukti, bahwa Gank Jomblo dengan delapan personilnya, pernah kumpul bareng.
Ketika melihat foto itu, pikiran saya pun menerawang. Ada rasa suka, duka, haru, dan semua perasaan itu bercampur aduk. Foto itu menyisakan pertanyaan. Bagaimana kabarmu sobat?
3 comments:
hehe. gank ini lucu banget sih. tapi yang paling bikin ngakak adalah kelihaian salah satu anggotanya yang bisa sms sambil pegang gas, juga yang suka nangis minta dibujukin. hahaha.
a nice story.
HAl0o...bLo9 Q3R3n & G@Hol!!!
Mbak Un, kapan2 kita renuian yuk genk jomblo ama yang mantan jomblo. Gimana? Acaranya di bu Tjujuk juga bisa.....Sekalian reunian ama beberapa karyawan bu Tjujuk :-) *ge er*. Maklum, mereka kan suka nguping apa yang kita bahas he he he...
Masih ingat waktu kite ke Serawak tuh rasenye mau ketawak terus...
Inget berbagai oleh2 yang cukup membuat ribet membawanya. Abis murah bo! Coklat, snack.......hm murah2 n enak2...
Masih ingat kala kite mau nyamar jadi 'anak ayam' alias TKW yang biasa dijual buat bisnis prostitusi. Kala itu kami mau dipertemukan dengan 'mamak ayam' alias germo atau agen yang biasa menjual para TKW. Jaringan penjualan perempuan berkedok TKW memang banyak terjadi di Malaysia. Kalbar merupakan salah satu pintu masuk yang mudah. Banyak jalur di sana.
Aduh temen2 i miss u so much....kapan kita bisa kumpul2 yach......hiks.
Post a Comment