Jakarta, gusdur.net
Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyayangkan penggunaan nama Yayasan Gus Dur (Gus Dur Foundation atau GDF) untuk bekerja sama dengan Badan Intelejen Negara (BIN) menyewa sebuah perusahaan lobi di Washington untuk mendesak Amerika Serikat agar memulihkan program pelatihan militer bagi TNI.
Dia mengakui Wakil Kepal BIN As’ad Said Ali pernah menemuinya medio 2004. As’ad menyampaikan kemungkinan GDF digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Katanya GDF akan digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara. Tentu saya jawab boleh-boleh saja. Siapa sih yang tidak boleh lembaganya dipakai untuk kepentingan bangsa dan negara?”
Demikian ditegaskan Ketua Dewan Syura DPP PKB itu terkait nama GDF yang dikait-kaitkan dengan lobi BIN soal pencabutan embargo militer itu, saat menggelar jumpa pers di Kantor the WAHID Institute Jl Taman Amir Hamzah No. 8 Matraman Jakarta, Kamis (11/08/2006) sore. Gus Dur sendiri berhalangan hadir karena ada kegiatan yang tak bisa ditinggalkan. Karenanya, jumpa pers itu dilakukan melalui telpon. Hadir juga Direktur the WAHID Institute Yenny Wahid dan Direktur Eksekutif the WAHID Institute Ahmad Suaedy.
Rupanya, kata Gus Dur, ada perbedaan pengertian soal kepentingan bangsa dan negara. “Menurut BIN, itu menghilangkan atau menghapuskan embargo militer AS terhadap Indonesia. Seperti pembelian senjata dan lain-lain.”
“Tapi menurut saya, kepentingan bangsa dan negara ya bukan itu. Saya ini anti kekerasan. Sedangkan membeli senjata itu tindak kekerasan. Ini agar tahu semua, persoalannya seperti ini,” kata Gus Dur.
Ditanya apakah pihaknya akan melakukan langkah hukum atau minimal meminta BIN untuk mengklarifikasi, Gus Dur menyatakan pihaknya tidak akan melakukan langkah apapun.
“Gitu aja kok klarifikasi. Paling BIN juga sembunyi lagi. Kita sudah tahu dari dulu. Dari sejak namanya Bakin, BIN, atau nanti BON, sama saja. Nggak usah minta klarifikasi,” tegasnya.
Sedang Direktur the WAHID Institute Yenny Wahid menyatakan, berita yang muncul di banyak media itu secara langsung telah menyudutkan Gus Dur.
“Gus Dur seakan di bawah kendali BIN. Itu nggak mungkin terjadi. Itu yang bikin kita agak sebel. Kita terkejut sekali,” tegasnya.
Selain itu, Yenny mengungkapkan jangankan menandatangani, bentuk dan isi perjanjiannya seperti apa, Gus Dur tidak tahu. “Padahal GDF hanya bergerak di bidang amal dan kemanusiaan,” kata Yenny.
Yenny menambahkan, GDF juga tidak ada hubungan dengan lembaga yang dinahkodainya, the WAHID Institute, yang mau tidak mau juga terkena imbasnya.
“Yang paling the WAHID Institute rasakan, itu ada persepsi bahwa kita ini dekat dengan BIN. Apalagi ada uang yang terlibat $ 30.000 perbulan,” kata Yenny.
“Kita ini lembaga yang diaudit oleh auditor. Uang yang masuk dan keluar selalu ada pertanggungjawaban publiknya. Karenanya kami akan mengirim surat kepada FARA (Foreign Agents Registration Act) di Amerika Serikat untuk menjelaskan posisi kami,” imbuhnya.
FARA adalah lembaga pencatat dokumen-dokumen negara yang berada di bawah Departemen Kehakiman Amerika Serikat.
Kejadian ini, kata Yenny, juga akan dijadikannya sebagai pelajaran penting supaya di masa yang akan datang pihaknya lebih berhati-hati. “Kalau ada orang datang ke kita minta tolong untuk kepentingan bangsa dan negara, kita harus lebih teliti dan detail,” kata putri kedua Gus Dur yang berbicara atas nama ayahnya ini.
No comments:
Post a Comment