Duta Masyarakat
JAKARTA - Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) versi Ulama Drs H Choirul Anam atau yang akrab dipanggil Cak Anam menilai terlibatnya Yayasan Gus Dur dalam kasus lobi untuk kepentingan militer Indonesia terhadap Amerika Serikat, adalah bukti kesekian aksi penelikungan Gus Dur oleh orang-orang dekat mantan Presiden RI ke-4 itu.
Seperti diberitakan sejumlah media, Yayasan Gus Dur atau Gus Dur Foundation (GDF) dibayari Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan kontrak kerja dengan perusahaan pelobi Amerika Richard L. Collins & Co., guna mendorong Pemerintah AS agar melanjutkan kembali program bantuan dana serta pendidikan dan pelatihan militer (FMF dan IMET).
Dokumen kontrak tersebut dibeber oleh sejumlah wartawan investigator yang tergabung dalam Center for Public Integrity's International Consortium of Investigative Journalists (Konsorsium Internasional Jurnalis Investigatif dari Pusat Integritas Publik). Bahkan, ICIJ juga menunjukkan salinan dokumen kontrak kedua lembaga tersebut, berikut nilai uang pembayarannya. Dokumen itu diperoleh ICIJ dari Foreign Agents Registration Act (FARA), atau Akte Registrasi Agen Luar Negeri.
Dalam dokumen kontrak yang dilansir ICIJ, bertindak selaku penandatangan Yayasan Gus Dur adalah Muhyidin Arubusman. Namun dalam kontrak tersebut ditulis dengan jelas keterlibatan BIN, sebagai penyokong dana, sekaligus pihak yang berkepentingan dalam agenda penghapusan embargo senjata AS atas Indonesia. Sejumlah nama pejabat BIN juga ditulis. Di antaranya Wakil Kepala BIN, M. A'sad Said Ali dan Deputi BIN Burhan Muhammad.
Kepada Duta, Cak Anam mengaku tidak terkejut dengan temuan kasus semacam ini. Apalagi, setelah dirinya melihat dokumen kontrak dari FARA, dimana penandatangan kontrak tersebut adalah Muhyidin Arubusman, yang tak lain adalah Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB versi Semarang pimpinan Muhaimin Iskandar. "Dia kan orang di ring satu (dekat, red) Gus Dur," tandasnya.
"Semua orang juga tahu kalau A'sad juga teman dekat Gus Dur, juga teman dekat Pak Hasyim (Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, red). Jadi kalau kemudian Gus Dur mengaku tidak tahu menahu, dan memang tidak tanda tangan di dokumen itu, berarti Gus Dur ditelikung," katanya.
Sehingga, lanjut Cak Anam, hal ini makin menguatkan pernyataannya sekian waktu lalu, bahwa Gus Dur pasti suatu saat akan ditelikung oleh orang-orang yang dianggapnya terdekat dan terbaik itu. "Saya sudah ngomong lama soal ini. Mulai Gus Dur di Istana, kan sudah banyak pembisik yang justru memberi informasi keliru. Begitu Gus Dur dijatuhkan, mereka semua tidak ada," ungkapnya.
Cak Anam juga memprediksi, dalam ranah partai, Gus Dur juga akan mengalami aksi penelikungan yang sama. "Sekarang sudah, tapi dalam konteks policy (kebijakan, red) yang terbukti sering berbeda antara Gus Dur dengan pelaksana partai. Nanti puncaknya, mungkin posisi Gus Dur yang dibidik," tandas politisi yang juga wartawan senior ini.
Pada saat itulah, lanjut Cak Anam, skenario besar untuk menghancurkan partai yang dilahirkan Ulama NU itu berhasil. "Itulah mengapa para Kiai tetap istiqomah meminta DPP PKB Ulama untuk berjuangan mengembalikan PKB ke pangkuan Ulama sampai batas yang memang tidak bisa lagi. Sebab, bila tidak, PKB akan kerdil, hancur dan hanya akan dikenang dalam bagian kelam sejarah perjalanan NU," papar penulis buku 'NU, Sejarah dan Pertumbuhannya' ini.
Dugaan Cak Anam bahwa Gus Dur ditelikung boleh jadi benar. Kepada BBC, Gus Dur mengaku dirinya tidak tahu menahu soal kerjasama Yayasan Gus Dur dengan BIN untuk melobi Amerika. "Saya nggak tahu itu. Mereka saja menggunakan nama kita," kata Gus Dur kepada BBC.
Gus Dur juga mengakui bahwa dia pernah dihubungi oleh Wakil Kepala BIN A'sad untuk memanfaatkan yayasannya. "Dulu wakil kepala BIN ngomong kepada saya gimana kalau Gus Dur Foundation itu digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara. Saya bilang lho, segala sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara boleh-boleh saja," katanya. Namun, menurut Gus Dur, dia tidak tahu bagaimana namanya akan dimanfaatkan oleh BIN. "Saya tidak tahu kalau dipakai kerja sama pihak intel," katanya.
Hingga berita ini diturunkan, Muhyidin Arubusman tidak berhasil dikonfirmasi. Sebelumnya, kepada ICIJ, Muhyidin pernah mengatakan bahwa pada saat menandatangani kontrak dengan Collins & Co., ia mengaku sedang concern terhadap gerakan separtis di Papua dan Aceh. "Pada saat itu kami sedang mengkhawatirkan gerakan separatisme di Aceh dan Papua. BIN meminta bantuan dari Yayasan Gus Dur untuk mempengaruhi Konggres AS."
"Collins & Co. datang ke Jakarta. BIN yang mengatur semuanya. Saya hanya menandatangani kontraknya. Saya memiliki kekhawatiran yang sama terhadap gerakan yang ingin memisahkan Aceh dan Papua dari Indonesia," ujarnya.
Ketika ditanya apakah dia sudah mendapatkan kuasa dari Gus Dur ketika menandatangani kontrak tersebut atau apakah Gus Dur sendiri tahu tentang kontrak tersebut, Arubusman memberikan jawaban yang membingungkan. "Saya tidak bisa membahas lebih banyak. Saya harus menjaga nama baik Gus Dur. Beliau tidak tahu," kata Arubusman. (ss/bbc/ICIJ)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.