
Kami pergi mengunjungi Pulau Hoga. Disini tempat liburan alam. Ada cottage kecil sekitar 150 buah tapi lagi sepi. Biasanya turis-turis datang dari Pulau Bali berlibur disini. Menurut beberapa nelayan penjaga cottage, sejak bom-bom meledak di Pulau Bali --terima kasih kepada Jemaah Islamiyah-- maka Pulau Hoga pun terkena getahnya. Uniknya, kepemilikan cottage ini bukan oleh perusahaan komersial. Satu keluarga nelayan biasaynya memiliki barang satu atau dua cottage. Mereka dikelola bersama-sama. Norman sendiri sibuk mencari kerang seharian. Juga makan ikan bakar. Aku sampai kuatir dia terlalu capek. Aku kuatir dengan kasur dalam kapal yang dari kapuk bisa membuat asmanya kambuh. Dari hasil tes darah, Norman alergi pada tungau debu.

Ia juga menjadi "ABK" -Anak Buah Kapal-- dengan tugas membersihkan dek setiap pagi dan sore. Seorang awak kapal, orang Buton, mengajari kami cara mengambil air laut dengan timba bertali sembari kapal berlayar. Ini bukan pekerjaan sulit tapi buat anak kecil cukup berat. Timba harus dilempar ke depan. Ketika ia menyentuh permukaan laut, ia dibiarkan mengalir ke belakang, ketika air penuh, ditarik ke atas. Kami juga snorkelling dekat Pulau Hoga. Aku juga memotret rombongan kami dan beberapa aktivis nelayan berpose bareng.

WWF dan The Nature Conservation mendapatkan dana USAID untuk bekerja bersama-sama membantu pemerintah Indonesia melindungi lautan ini. Mereka berdua yang mengatur perjalanan ini.

Di Pulau Binongko, kami menelusuri pulau, melihat tukang besi serta ibu-ibu menenun kain. Juga sempat mencicipi nasi kuning dengan ikan tuna pedas. Binongko termasuk supplier senjata untuk perang antar agama di kepulauan Maluku. Mereka sediakan sekitar 30,000 mata parang. Motivasinya, dagang saja.

Masalah dalam perjalanan? Aku kesulitan mendapatkan sinyal telepon genggam. Agak susah juga menghubungi teman-teman di Jakarta. Ini memang dampak dari ketergantungan terhadap teknologi. Aku sampai naik atap kapal atau bale-bale rumah sekedar mencari sinyal.
WWF juga minta aku menjadi instruktur pelatihan wartawan di Kendari selama dua hari. Sempat juga muncul di Kendari TV untuk bicara soal nasionalisme.
7 comments:
Snif...tadinya aku mau ikut tyuh....Tapi nggak jadi, karena kelamaan, kata kantor. Kebetulan, ada kerjaan yang emang harus dituntaskan. Jadi deh, reporterku yang berangkat.Batal pula, karena kena todong, saat nunggu taksi ke bandara.
Padahal, aduh, udah kebayang nyilem-nyilem di taman lautnya. Hu......
wakatobi memang berkesan. berkesan grogi, ketika sesi wawancara "sangar" mas andreas di KDI TV membangunkan kendari dari tidur panjangnya. iyalah. masak mereka dibilang tiada identitas kultural. aku sama Indar udah mules-mules.
semoga lain waktu, kita bertemu lagi. Nice to meet a great person like u.
Dewi,
Aku sebenarnya enjoy aja saat interview tersebut. Pembawa acaranya ternyata dari Gerakan Buton Raya! Pantas saja! Ini satu gerakan yang ingin Buton lebih bisa menentukan nasib mereka sendiri daripada selalu diurus dari Jakarta. Jadinya, yang bikin sangar ya bukan cuma si nara sumber dong!
Pak Andreas,kapan-kapan kalau ke Binongko kunjungi juga benteng Fatiuwa.benteng yang masih "tidur" belum pernah dipublikasikan.padahal punya perjalanan sejarah yang sangat panjang.masih banyak situs-situs yang sangat menarik bila dikungjungi di kecamatan binongko seperti : pegunungan Koncu(sangat angker),batu raksasa berbentuk mirip kapal Kapal(panjang sekitar 1,5 km)lengkap dengan para kru nya,atau ke karang KOKO yang bentuk pulaunya mirip piala
Dengan hormat,
Terima kasih unfuk informasinya soal benteng dan karang tersebut. Kami masih diundang untuk datang ke Kendari dan ke kepulauan Tukang Besi. Kami masih harus menabung dulu tentu. Anda sendiri berasal dari Binongko?
Ya..saya memang asli dari sana.cuma saya sudah 9 tahun belum pulang kampung.rencana akhir tahun ini saya pulang,saya ingin sekali menulis tentang binongko.saat ini saya masih menyusun kamus bahasa Indonesia-Binongko.tapi belum rampung-rampung nih.Pak, Andreas,tolong dikabarin ya kalau mau ke Kep.Tukang besi lagi.sedikit info..Kep.Tukang besi memang nama lain dari Wakatobi tapi,pandai besinya sendiri cuma ditemukan di Binongko.Trim's....
Keren wakatobi
salam kenal.
www.sulawesitourism.com
Post a Comment