Sejak tadi malam, novelis Pramoedya Ananta Toer, masuk ruang gawat darurat rumah sakit Sint Carolus, Jakarta. Saya mendapatkan kabar ini dari Faiza Marzuki dan Ucu Agustin.
Faiza adalah aktivis perempuan yang juga isteri Max Lane, penterjemah tetralogi Pulau Buru, karya Pram. Ucu adalah kontributor Pantau yang sedang bikin film dokumenter tentang Pram. Ucu ikut menemani keluarga Pram di Carolus.
Pagi tadi, Ucu bilang ia ikut berjaga semalaman, tidak tidur. Ia mengambil gambar sekaligus membantu Astuti Ananta Toer, putri Pram, yang selama ini jadi asisten bapaknya.
"Setiap saat, jarum suntik harus dipindah dari satu nadi ke yang lain karena kalo lama2 disitu, bengkak, dia sudah tua. Tekanan darahnya drop cuma 60," kata Ucu.
Pram kini berusia 82 tahun. Bulan lalu, saya wawancara Pram di Bojong Gede bersama Ucu, dimana Pram tampil sehat walau mengeluh karena sering buang air kecil. Penglihatannya juga tak bisa dipakai membaca lagi. Kami wawancara selama dua jam lebih. Pram bicara soal Aceh, soal fasisme, soal Papua dan kesedihannya terhadap Indonesia. Kami sempat foto-foto bersama.
Saya menulis ini untuk memberitahu sesama wartawan agar kita semua alert. Saya berharap Bung Pram sehat kembali. Namun di Bojong Gede, ia bilang kalau meninggal ingin dibakar saja dan abunya dibuang. "Tidak perlu ada batu nisan," katanya. Semoga masa krisis ini cepat berlalu.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.